SURABAYA – Pasangan suami Istri Lisawati Sugiharto (70) dan Heru Kuncoro (71) dihadirkan oleh Jaksa Kejati Jatim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada kasus dugaan penipuan sebesar Rp.171.7 Miliar dengan terdakwa Greddy Harnando dan Indah Catur Agustin.
Banyak hal yang diceritakan oleh kedua saksi dalam persidangan ini. Salah satunya saksi Lisa mengatakan mengenal terdakwa Greddy dan Indah sejak tahun 2020 melalui seorang temannya yang bernama Irwan yang bekerja di sebuah Bank.
“Irwan mengatakan Greddy sebagai pemilik sekaligus komisaris PT. Garda Tematek Indonesia (GTI) yang berbisnis di bidang tekstil,” katanya di ruang sidang Sari 3 PN. Surabaya. Selasa (01/10/2024).
Menindak lanjuti perkenalan itu ungkap saksi Lisa, Greddy pada 24 April bersama dengan Irwan mendatangi kantornya di PT. Kurniajaya Multisentosa sambil menunjukkan bukti percakapan WhatsApp (WA) ada PO (Purchasing Order) dari King Koil.
“Setelah itu Greddy mengajak kerjasama dengan diberikan bagi hasil sebesar 1 persen di bulan pertama dan bagi hasil sebesar 3 persen di bulan kedua beserta modal pokoknya dikembalikan,” ungkap saksi Lisa.
Awalnya terang saksi Lisa, bagi hasil yang dia terima berjalan lancar, sehingga dia menambah lagi setoran investasinya dengan perkiraan kalau pada bulan Agustus semua bagi hasil berikut modalnya dikembalikan.
“Namun Greddy mengatakan di rool over saja daripada bolak-balik. Ternyata awal Januari 2022 kondisi investasi saya yang ada di GTI sudah batuk-batuk. Saat saya telepon, Greddy memastikan agar saya tidak perlu khawatir dengan mengatakan akan tetap menjaga investasi saya. Total kerugian saya sekarang Rp. 171,7 miliar lebih,” terangnya.
Buntut dari kerugian sebesar Rp.171,7 miliar tersebut, saksi Lisa berharap agar terdakwa Greddy dan terdakwa Indah mengembalikan uangnya dan diberikan hukuman yang setimpal.
“Itu uang dari hasil kerja saya selama puluhan tahun bekerja, juga uang dari kerabat dan rekanan bisnis saya yang lain. Investasi yang saya lakulan dalam bentuk transfer ke rekening PT. GTI. Perjanjian investasi itu juga dicover oleh kedua terdakwa dengan jaminan aset SHM rumah Indah,” harapnya.
Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim Ferdinan Marcus ini saksi Lisa menolak tudingan kuasa hukum dari terdakwa Greddy tentang BAP nomor 50 bahwa sebagai saksi korban, Lisa tidak pernah melakukan cross cek terhadap PO dari King Koil.
“Saya pernah datang ke kantor PT.GTI dan ditunjukkan gelondongan-gelondongan kain untuk King Koil juga Jimindo Singapore. Saya diberikan janji muluk-muluk oleh mereka meski hanya pepesan kosong,” jawab saksi Lisa.
Ditanya oleh kuasa hukum dari terdakwa Greddy, apakah saksi pernah ditunjukkan invoice dari Sleep Buddy untuk PO PT. Duta Abadi.
“Pernah. Ditunjukkan oleh Indah,” jawab saksi Lisa.
Apakah saksi Lisa pernah ditunjukkan PO asli dari King Koil yang ada tanda tangan dan stempelnya,?
“Pernah. Iniloh tagihan POnya, Invoicenya 100 miliar. Yang menunjukkan Indah,” jawab saksi Lisa.
Ditanya lagi apakah dengan nilai kerugian sebesar Rp. 171,7 miliar tersebut, saksi sudah pernah menerima pengembalian dana pokok sebesar Rp. 48,5 miliar.
“Jadi begini utangnya Rp.220 milar lebih dipotong Rp.48,5 miliar menjadi tersisa Rp. 171,5 miliar,” jawab saksi Lisa.
Sikap yang sama juga ditujukan oleh saksi Lisa pada saat ditanya oleh penasehat hukum dari terdakwa Indah tentang apakah nilai kerugian sebesar Rp.171,5 miliar dari investasi tersebut sudah dilakukan audit oleh audit independen,?
“Saya tidak audit. Semua bukti transfer sudah saya sudah saya serahkan ke penyidik Polda Jatim,” jawab saksi Lisa.
Ditanya lagi, apakah saksi sudah membaca isi perjanjian setelah diserahkan oleh Greddy,?
“Pernah. Perjanjian itu baru belakangan diserahkan setelah ditagih. Pada saat perjanjian itu saya baca kok semua jaminanya sama yaitu, satu rumah di Ketintang,” jawab saksi Lisa.
Ditanya apakah saksi Lisa mengetahui adanya penalti dalam perjanjian tersebut. Saksi Lisa menjawab mengetahui.
Ditanya kapan saksi merasa dibohongi oleh terdakwa Indah?
“Mulai awal 2022 sampai sekarang. Itu kalau dikenakan denda penalti sebesar 1 persen maka sudah kena berapa ratus persen hingga saat ini,” jawab saksi Lisa.
Ditanya lagi apakah Kerugian sebesar Rp. 171.750.000.000 tersebut belum termasuk hitungan prosentase sebesar 1 persen? Saksi menjawab belum.
Dikonfirmasi selesai sidang, Dr.Martin Suryana SH,.MHum mengatakan jika dirinya tengah mendorong Polda Jatim untuk melakukan penyidikan terkait Tindak Pidana Pencurian Uang (TPPU) terhadap terdakwa Greddy Harnando dan terdakwa Indah Catur Agustin ini. Martin meyakini uang sebanyak itu tidaklah mungkin lenyap begitu saja.
“Harapan kami penyidik Polda Jatim proaktif melakukan upaya penyidikan dan investigasi agar arus uang kerugian yang di derita oleh Klienya bisa terdeteksi kemana larinya,” katanya di PN Surabaya.
Ditanya apakah investigasi TPPU tersebut juga dilakukan terhadap komisaris PT. GTI lainnya yakni Arif Wicaksono,?
“Fokus kami hanya ke Greddy dan Indah, karena dua orang inilah yang selama ini secara aktif melakukan serangkaian janji-janji untuk berinvestasi di PT. GTI,” jawabnya.
Terkait persoalan audit yang dipertanyakan oleh kuasa hukum dari terdakwa Indah. Martin menegaskan bukan suatu kewajiban.
“Secara hukum kalau semuanya sudah jelas. Nilai kerugianya jelas, arus uangnya jelas maka tidak perlu ada audit. Audit itu secara hukum tidak diperlukan kecuali untuk tindak pidana tertentu, khususnya tindak pidana korupsi. Diluar itu tidak ada kewajiban untuk melakukan audit,” tugasnya.
Dasar Kerugian Rp. 171,7 miliar itu dari bukti-bukti arus transfer yang dilakukan oleh Klien kami selama periode 2020 sampai 2022 dan nilai-nilai pokok mana yang tidak dikembalikan sampai hari ini. bahwa periode April sampai dengan Agustus ini yang pokok maupun nilai investasi kembali. Tapi setelah Agustus sampai Januari 2022, pokok maupun nilai investasi yang dijanjikan sama sekali tidak kembali,” imbuh Advokat Martin Suryana. (firman)
Tinggalkan Balasan