Jakarta Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Dalam aturan itu dijelaskan, revisi atas undang-undang pelayaran sebelumnya bertujuan untuk memperjelas keberlakuan asas cabotage demi menegakan kedaulatan pelayaran Indonesia.
Selain itu juga untuk mewujudkan biaya logistik yang efisien dan efektif, pemberdayaan terhadap pelayaran – rakyat, meningkatkan daya saing dalam penyelenggaraan pelayaran Indonesia, hingga meningkatkan nilai logistik performance index (LPI), hingga memperjelas kelembagaan di bidang pelayaran.
“Sebagai respons dari perkembangan transportasi di bidang Pelayaran di Indonesia yang dinamis, dirasa perlu untuk melakukan revisi kembali terhadap Undang-Undang tentang Pelayaran dalam rangka sinkronisasi dengan materi Undang-Undang tentang Cipta Kerja serta untuk menjawab perkembangan, dan kebutuhan hukum di masyarakat dalam penyelenggaraan bidang Pelayaran,” tulis dalam ketentuan Umum, dikutip Senin (4/11/2024).
Ada beberapa pasal baru yang disisipkan dalam aturan itu. Mulai dari terkait dengan pemberdayaan angkutan laut – rakyat, pembinaan angkutan laut pelayaran – rakyat, hingga kegiatan pelayaran perintis yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Selain itu terkait perizinan berusaha angkutan laut juga diubah. Dimana tertulis dalam pasal 29 badan usaha wajib memiliki kapal berbendera Indonesia dengan ukuran paling rendah GT 175.
Adapun badan usaha yang khusus didirikan untuk melaksanakan kegiatan angkutan di perairan yang seluruh sahamnya dimiliki warga negara Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan angkutan laut asing dan membentuk perusahaan patungan (Joint Venture/JV).
JV berbentuk perusahaan angkutan di perairan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh badan usaha yang khusus didirikan untuk melaksanakan kegiatan di perairan. Serta harus memiliki dan mengoperasikan kapal berbendera Indonesia dengan ukuran paling rendah GT 50.000 per kapal dan diawaki oleh awak berkenegaraan Indonesia.
“Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (21 dapat dilakukan kerja sama dengan perusahaan angkutan laut asing, badan hukum asing, atau warga negara asing,” tulis pasal 33A.
Lebih lanjut, dalam pasal 110 dijelaskan, terkait dengan tarif penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan penyelenggara pelabuhan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan merupakan penerimaan negara bukan pajak.
Adapun tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah dan merupakan pendapatan badan usaha pelabuhan.
Namun tarif jasa kepelabuhanan bagi yang diusahakan oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota ditetapkan melalui peraturan daerah dan merupakan penerimaan daerah.
Diketahui ada 68 perubahan dengan 66 pasal yang baru pada revisi undang-undang pelayaran.
Adapun materi dalam perubahan aturan pelayaran ini mencakup asas cabotage dalam rangka keberpihakan pada angkutan laut nasional, usaha jasa terkait, tarif jasa kepelabuhan, efisiensi biaya angkut, pelayaran rakyat, pelayaran perintis, penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik.
Juga penyediaan sarana dan prasarana Pelayaran-Perintis, Perlindungan Lingkungan Maritim, penyelenggara pelabuhan, kelembagaan yang berwenang melakukan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang Pelayaran, tata cara penahanan Kapal di Pelabuhan, penguatan pidana, dan pengaturan terkait ketentuan peralihan.
Tinggalkan Balasan