Surabaya – Anggota komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) mendorong pemerintah mengkaji ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 yang dinilai memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT) dari pertanian tembakau sampai dengan industrinya dan berpotensi menyuburkan peredaran rokok ilegal di dalam negeri.

Di dalam PP 28/2024 tersebut, dijelaskan pemilik sapaan akrab BHS; ada banyak masalah yang bisa merugikan masyarakat konsumen dan bahkan negara, misalnya kemasan polos pada rokok. Yang bisa mengakibatkan munculnya lebih banyak rokok ilegal atau bahkan komposisi atau campuran rokok tidak bisa di ketahui oleh publik, dan ini bisa membahayakan konsumennya.

Juga masalah pembatasan kandungan tar dan nikotin dalam tembakau rokok kita, pasti kita tidak akan bisa menggunakan tembakau dalam negeri dan harus impor, tentu hal ini bisa menghancurkan pertanian tembakau dalam negeri.”Tegasnya.

Masih banyak lagi masalah di PP 28 ini yang bisa mengakibatkan menurunnya keinginan masyarakat untuk membeli rokok-rokok yang bercukai/legal, dan ini tentu juga akan berakibat menurunnya pendapatan negara dari sisi cukai rokok,”ucapnya setelah acara forum discussion bertema “Masa Depan Industri Tembakau di Era Prabowo/Gibran” di inisiasi jurnalis ekonomi bisnis surabaya (JEBS),Senin,2/12/2024.

BHS menjelaskan, PP tersebut sudah ada sebelum Pak Prabowo Subianto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia dan dharapkan peraturan pemerintah yang dinilai terlalu banyak aturan tersebut yang merugikan industri IHT dan negara bisa dikaji ulang dengan melibatkan stake holder industri, pengusaha industri, petani tembakau hingga konsumen rokok.

Jangan sampai IHT yang merupakan industri real hilirisasi yang mempunyai TKDN mendekati 100 persen ini hancur, karena kita tahu pendapatan cukai dari IHT ini termasuk yang terbesar no.2 di pendapatan negara.

Di tempat yang sama, Ketua Gaperosu (Gabungan Pengusaha Rokok Surabaya) Soelami Bahar mengiyakan, selama ini pengusaha hasil tembakau tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan PP 28/2024, dan jika itu diterapkan maka akan berdampak multi sektor mulai dari petani hingga pedagang kecil.

“Kalau ini memang benar-benar diterapkan sama pemerintah, habis deh rokok-rokok itu,” terangnya.

Soelami menambahkan, dampak mengerikan jika aturan tersebut diberlakukan adalah bangkrutnya industri hasil tembakau yang memiliki sekitar 5,6 juta pekerja di seluruh Indonesia. Apalagi penerapan poin pembatasan Tar dan Nikotin.

“Pasti yang pertama terdampak itu petaninya karena kita tahu bahwa tembakau dalam egeri saat ini tar dan nikotinnya tinggi sampai ada yang 5 miligram nikotinnya. Kalau itu dibatasi maksimal 1 miligram bisa apa, itu pasti berdampak pada industri kami, harus mencari tembakau yang sesuai dengan arahan pemerintah, ujung-ujungnya kami akan impor dan petaninya terpuruk,” jelasnya.

Selain meminta mengkaji ulang PP 28/2024, Gaperosu meminta pemerintah kembali ke peraturan lama tentang tembakau yang memberikan hukuman denda dan pidana bagi rokok ilegal/

“Pemerintah sekarang itu memberikan karpet merah bagi rokok ilegal, adanya PP nomor 53, kalau dulu pelaku rokok ilegal itu ada sanksi denda dan pidana, sekarang dihapus hanya denda,” tegasnya.