SERANG – Dalam setiap proses penegakan hukum, tindakan penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian harus memenuhi standar hukum yang berlaku. Advokat H. Ariadi, S.H., M.H., M.Phil. dari Kantor Law Office ARD & Associates menegaskan bahwa penangkapan yang tidak sesuai prosedur dapat berujung pada pelanggaran hak asasi manusia dan batalnya proses hukum yang sedang berjalan.

“Polisi sebagai aparat penegak hukum memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap penangkapan dilakukan sesuai dengan due process of law. Artinya, setiap tindakan harus berlandaskan hukum, tidak boleh sewenang-wenang, dan harus menghormati hak tersangka,” ujar H. Ariadi saat diwawancarai Deliknews, Jumat (14/2/2025).

Lebih lanjut, H. Ariadi menjelaskan bahwa ada tujuh kewajiban utama yang harus dipenuhi oleh polisi dalam melakukan penangkapan, yaitu:

  1. Menunjukkan Identitas Diri Sebagai Petugas
    Polisi wajib menunjukkan identitas resmi sebelum melakukan tindakan penangkapan untuk memastikan keabsahan kewenangan mereka.
  2. Menunjukkan Surat Perintah Penangkapan
    Sesuai Pasal 18 ayat (1) KUHAP, polisi harus memiliki surat perintah penangkapan yang sah, kecuali dalam keadaan tertangkap tangan.
  3. Memberikan Pemberitahuan Alasan Penangkapan
    Polisi wajib memberitahukan kepada tersangka mengenai dugaan tindak pidana yang dilakukan, sehingga tersangka mengetahui dasar hukum yang mendasari penangkapannya.
  4. Memberikan Hak Pendampingan Penasihat Hukum
    Sesuai Pasal 54 dan 55 KUHAP, tersangka berhak didampingi oleh penasihat hukum sejak saat penangkapan hingga proses pemeriksaan.
  5. Menghormati Hak Asasi Tersangka
    Polisi tidak boleh melakukan tindakan kekerasan, penyiksaan, atau intimidasi terhadap tersangka selama proses penangkapan berlangsung.
  6. Membuat Berita Acara Penangkapan
    Setiap tindakan penangkapan harus dicatat secara resmi dalam Berita Acara Penangkapan, yang menjadi bukti sah dalam proses hukum.
  7. Segera Membawa Tersangka ke Penyidik
    Polisi wajib membawa tersangka ke penyidik dalam waktu maksimal 24 jam setelah penangkapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 KUHAP.

Menurut H. Ariadi, jika polisi melanggar salah satu dari kewajiban ini, maka tindakan penangkapan dapat dianggap tidak sah dan dapat menjadi dasar bagi tersangka atau kuasa hukumnya untuk mengajukan praperadilan. “Jika ada unsur pelanggaran prosedur, tersangka atau pihak keluarga dapat mengajukan praperadilan untuk menguji keabsahan penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” tegasnya.

Lebih lanjut, H. Ariadi juga mengingatkan masyarakat untuk lebih memahami hak-haknya jika menghadapi proses hukum. “Masyarakat harus paham bahwa hukum memberikan perlindungan, dan apabila ada dugaan penangkapan yang tidak sesuai prosedur, maka langkah hukum bisa ditempuh,” katanya.

Kasus pelanggaran prosedur penangkapan di Indonesia masih menjadi perhatian berbagai pihak, terutama dalam konteks penegakan hukum yang transparan dan berkeadilan. Oleh karena itu, ia berharap agar kepolisian terus meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.