SERANG – Dalam dunia peradilan pidana, putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim tidak selalu memiliki kekuatan hukum yang tetap. Terkadang, putusan pidana dapat dibatalkan demi hukum akibat adanya pelanggaran prosedural atau substansial dalam proses peradilan. 

Fenomena ini dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak yang terlibat dalam perkara dan mempengaruhi keadilan yang seharusnya ditegakkan. Menurut H Ariadi SH MH MPhil, seorang Advokat dan Pengacara Senior dari Kantor Law Office ARD & Associates, ada sejumlah penyebab yang dapat membuat sebuah putusan pidana batal demi hukum.

1. Bertentangan dengan Ketentuan Hukum yang Berlaku

Menurut H Ariadi, salah satu penyebab utama batalnya putusan pidana adalah jika putusan tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. “Setiap putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang relevan. Jika hakim dalam membuat putusan tidak merujuk pada hukum yang berlaku atau melakukan penafsiran yang keliru, maka putusan tersebut dapat dibatalkan,” ujar Ariadi. Sebagai contoh, kata Ariadi, apabila hakim salah menerapkan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan lainnya yang relevan, maka putusan yang dihasilkan dapat dianggap batal demi hukum.

2. Pelanggaran terhadap Prosedur Persidangan

Selain kesalahan dalam penerapan hukum, pelanggaran terhadap prosedur persidangan juga dapat menjadi alasan dibatalkannya putusan pidana. H Ariadi menjelaskan, setiap proses persidangan pidana harus mengikuti prosedur hukum yang sudah ditetapkan oleh undang-undang. “Jika ada penyimpangan dalam proses persidangan, seperti tidak memberi kesempatan kepada terdakwa untuk didampingi oleh penasihat hukum atau hak-hak terdakwa lainnya diabaikan, maka putusan yang dihasilkan bisa dibatalkan demi hukum,” jelasnya. Hal ini mencakup juga kewajiban pengadilan untuk memastikan bahwa setiap tahapan persidangan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

3. Penyalahgunaan Wewenang oleh Hakim

Penyalahgunaan wewenang oleh hakim juga menjadi salah satu penyebab batalnya putusan pidana. H Ariadi menegaskan bahwa hakim harus menggunakan kewenangannya dengan bijaksana dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau pihak luar. “Jika hakim membuat keputusan yang tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum yang objektif atau menerima tekanan dari pihak tertentu, maka putusan tersebut dapat dianggap batal demi hukum,” ujarnya. Dalam hal ini, hakim yang tidak independen atau bertindak tidak adil dapat menyebabkan keputusan yang dihasilkan tidak sah.

4. Keabsahan Putusan yang Tidak Terpenuhi

Setiap putusan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan harus memenuhi syarat keabsahan yang ditentukan oleh hukum. H Ariadi menekankan, “Jika pengadilan yang memutuskan perkara tidak memiliki kompetensi yang sah atau tidak memenuhi syarat administratif lainnya, maka putusan yang dijatuhkan dapat dibatalkan.” Misalnya, jika perkara ditangani oleh pengadilan yang tidak berwenang atau tidak sesuai dengan yurisdiksi yang berlaku, maka keputusan tersebut akan dianggap tidak sah dan batal demi hukum.

5. Pengabaian Bukti yang Relevan

Salah satu aspek penting dalam proses persidangan adalah pemaparan dan pertimbangan bukti. H Ariadi menjelaskan bahwa jika hakim mengabaikan bukti yang relevan yang diajukan selama persidangan, maka putusan yang dihasilkan dapat dibatalkan. “Jika ada bukti baru yang bisa mengubah arah persidangan dan tidak dipertimbangkan oleh hakim, maka hal tersebut dapat menjadi dasar bagi pembatalan putusan,” jelas Ariadi. Pengabaian bukti yang substansial bisa merusak keadilan dan menyebabkan putusan yang tidak akurat.

6. Keadaan yang Membatalkan Kewenangan Pengadilan

Terakhir, Ariadi juga mengingatkan bahwa keadaan tertentu dapat membatalkan kewenangan pengadilan dalam memutuskan perkara, yang pada gilirannya bisa menyebabkan putusan batal demi hukum. “Jika ada keputusan dari Mahkamah Agung atau perubahan dalam struktur kewenangan pengadilan, misalnya pembubaran pengadilan atau perubahan yurisdiksi, maka putusan yang telah dijatuhkan tidak lagi memiliki kekuatan hukum,” tambahnya.

Putusan pidana yang batal demi hukum dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti penyimpangan terhadap hukum yang berlaku, pelanggaran prosedural, penyalahgunaan wewenang oleh hakim, atau ketidakabsahan prosedur yang diikuti oleh pengadilan. Oleh karena itu, setiap pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana harus memastikan bahwa setiap tahapan dan keputusan dijalankan dengan mematuhi peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, peran pengadilan yang objektif, transparan, dan adil sangatlah penting untuk memastikan bahwa setiap putusan pidana yang dijatuhkan adalah sah dan tidak dibatalkan demi hukum.

Menurut H Ariadi, penyelesaian perkara pidana harus selalu mengedepankan asas keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. “Dengan mematuhi prosedur yang benar dan menerapkan hukum yang sesuai, putusan pidana akan memiliki dasar yang kuat dan tidak mudah dibatalkan,” tutupnya.