Jakarta Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyoroti kemacetan yang terjadi di kawasan Tanjung Priok dalam beberapa hari terakhir. Ia menilai kemacetan tersebut tidak hanya mengganggu aktivitas industri dan logistik, tetapi juga berpotensi membebani masyarakat sebagai konsumen akhir produk.

Menurut Bambang, kemacetan ini disebabkan oleh efek lanjutan dari kebijakan pembatasan angkutan barang bertonase tiga sumbu selama masa libur Lebaran 2025. Setelah libur usai, aktivitas industri dan pelayaran kembali aktif secara serentak, sehingga terjadi lonjakan volume pengiriman barang dan bongkar muat di pelabuhan.

“Ini akibat pembatasan kemarin. Pabrik dan angkutan laut menyesuaikan kebijakan tersebut. Minggu ini terjadi peningkatan signifikan, baik dari pengiriman produk oleh pabrik maupun kapal-kapal yang menurunkan kontainernya hingga mencapai 4.300 TEUs. Ini dua kali lipat dari hari biasa,” ujar Bambang dalam keterangan persnya, Sabtu (20/4).

Kapoksi Fraksi Gerindra DPR-RI ini juga menambahkan bahwa peningkatan arus logistik tidak hanya datang dari sektor pelayaran internasional, tetapi juga dari pabrik-pabrik di kawasan Jabodetabek yang mengirim barang ke wilayah lain seperti Sumatera dan Jawa. Kondisi ini diperparah dengan berakhirnya kebijakan work from anywhere (WFA), yang meningkatkan volume kendaraan pribadi di jalur yang sama.

“Ini yang tidak diantisipasi oleh regulator. Kemacetan juga terjadi di sejumlah titik tol di Jawa Tengah. Ke depan, perlu ada pengaturan lalu lintas yang lebih terstruktur untuk semua jenis kendaraan,” tegasnya.

Ia mendorong adanya manajemen lintas jalur secara menyeluruh di Pulau Jawa—meliputi jalur selatan, tengah, utara, dan jalan tol—yang disesuaikan tidak hanya berdasarkan jumlah kendaraan, tetapi juga waktu dan jenis muatan. Informasi ini, menurutnya, harus disosialisasikan secara masif kepada publik.

Bambang mengusulkan agar Kementerian Perhubungan dan Kepolisian bersinergi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta media pemerintah seperti Antara, RRI, dan TVRI.

“Komdigi bisa menyebarkan informasi melalui SMS. Sementara media seperti Antara, RRI, dan TVRI bisa memberi panduan jalur alternatif. Dengan sinergi seperti ini, masyarakat bisa menghindari titik kemacetan dan perjalanan tetap efisien, walau saat libur panjang,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa solusi jangka panjang harus menghindari kebijakan pembatasan yang menimbulkan lonjakan serentak pascalibur. Menurutnya, kemacetan tidak hanya menyebabkan kerugian waktu, tetapi juga berdampak pada peningkatan biaya logistik akibat daripada kelangkaan kapasitas angkut, yang pada akhirnya akan memengaruhi harga produk di pasaran.

“Pemilik industri dan pelaku logistik akan mengalami beban ganda—rugi waktu dan biaya tambahan. Jika dibiarkan, ini akan memperburuk kinerja logistik nasional,” ujarnya.

Bambang mengingatkan bahwa saat ini Indonesia berada di peringkat 63 dalam Logistics Performance Index (LPI) 2023 dengan skor 3,0—terburuk di antara negara ASEAN lainnya. Ia mengkhawatirkan situasi seperti di Tanjung Priok dapat memperburuk posisi tersebut.

Ia menambahkan, Ini belum terjadi peningkatan, yang lebih signifikan lagi. Kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok saat ini baru mencapai 60 hingga 70 persen dari total kapasitas 7 juta TEUs.

“Tahun ini, angkutan laut mengalami pertumbuhan sebesar 11%, dan setiap tahun terjadi peningkatan. Apabila terjadi peningkatan dari yang sekarang 6 juta Teus dari total kapasitas. Maka, kemacetannya akan lebih parah lagi,” tegas BHS.

Untuk mengatasi persoalan ini secara sistemik, ia mengusulkan pembangunan akses jalan khusus angkutan barang menuju pelabuhan, yang terpisah dari kendaraan pribadi maupun transportasi publik massal.

“Tanjung Priok tidak hanya melayani kontainer, tetapi juga penumpang dan muatan curah, cair maupun kering. Kalau ingin pertumbuhan ekonomi meningkat dari unsur logistik, maka arus logistik harus lancar” pungkas BHS.