Sidoarjo – Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono menyambut baik usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait pengiriman siswa bermasalah atau “nakal” ke barak militer sebagai bagian dari pembinaan karakter dan kedisiplinan.

Menurut Bambang, wacana tersebut tidak perlu dipermasalahkan selama bertujuan mendidik, bukan menghukum. Ia meyakini bahwa banyak anak yang tumbuh dengan karakter keras justru memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin.

“Anak-anak yang disebut nakal itu biasanya justru punya kreativitas tinggi. Banyak dari mereka yang kemudian jadi tokoh penting. Ada yang jadi menteri, anggota DPR, bahkan pemimpin di berbagai sektor,” ujar Bambang, Sabtu (17/5).

Ia menilai bahwa pendekatan pelatihan berbasis kedisiplinan ala militer bisa menjadi ruang pembentukan karakter, tanpa harus menghilangkan sisi unik dan ide-ide segar dari anak-anak tersebut.

“Ternyata setelah mereka dimasukkan ke barak, mereka suka. Disiplin terbentuk, tapi kreativitas mereka tetap hidup. Kalau kelak mereka jadi tentara, mereka bisa tumbuh jadi prajurit yang berani dan punya jiwa kepemimpinan,” tambahnya.

Bambang turut menyinggung pengalaman pribadi, yakni anaknya sendiri, Cahyo, yang masa kecilnya dikenal aktif dan sering dimarahi oleh ibunya, karena seringnya keluyuran. Namun, ia tumbuh menjadi pribadi yang sukses.

“Cahyo sekarang anggota DPR dengan suara terbanyak. Dulunya juga anak yang sering dimarahi. Tapi ternyata, energi dan semangatnya justru jadi kekuatan ketika diarahkan dengan baik,” kata politisi dari Fraksi Partai Gerindra itu.

Usulan pengiriman siswa bermasalah ke barak militer pertama kali dilontarkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebagai bentuk penanganan alternatif bagi siswa yang sulit diatur di lingkungan sekolah. Program ini dirancang agar siswa mendapatkan pelatihan semi-militer yang menekankan pada disiplin, tanggung jawab, serta penanaman nilai-nilai kebangsaan.

Bambang menegaskan bahwa selama proses dilakukan secara manusiawi dan berorientasi pada pendidikan, ia sepenuhnya mendukung.

“Selama pendekatannya mendidik dan tidak represif, saya rasa ini ide yang sangat positif. Anak-anak seperti itu hanya butuh diarahkan, bukan dimatikan potensinya,” tutup Bambang.