SURABAYA – Aksi unjuk rasa buruh PT. Pakerin memasuki babak baru. Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menggeruduk hunian pribadi Henry S, Direktur BPR Prima Master Bank, yang berada di Condominium Regency, kawasan elit di Kompleks Mal Tunjungan Plaza, Jalan Embong Malang No. 5, Surabaya, pada Senin (16/6/2025).
Aksi ini dipicu oleh belum cairnya dana deposito milik PT. Pakerin senilai Rp1 triliun yang tersimpan di BPR Prima Master Bank. Dana tersebut, menurut pihak perusahaan, telah dialokasikan untuk membayar gaji bulan Mei dan Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 para pekerja, namun hingga pertengahan Juni belum ada kepastian pencairan.
“Kami awalnya hanya melakukan aksi di kantor bank di Jalan Jembatan Merah. Tapi karena tidak ada kepastian dari pihak Henry, kami alihkan ke tempat tinggal pribadinya,” ujar Doni Arianto, Koordinator Aksi FSPMI, di lokasi demonstrasi.
Doni menyebut, buruh merasa kecewa karena sebelumnya diminta menyerahkan nomor rekening untuk proses pencairan, namun tak kunjung ada realisasi. “Ini bukan aksi yang direncanakan ke hunian pribadi. Tapi karena Henry terus menghindar, kami rasa ini perlu agar suara kami benar-benar didengar,” tegasnya.
Aksi massa ini juga menyoroti ketidakharmonisan internal di antara pemilik saham PT. Pakerin. Agus Suprianto, salah satu perwakilan hukum dari buruh, menyebut BPR Prima Master Bank dimiliki oleh Henry, yang juga merupakan anak dari pemilik PT. Pakerin. Ia menuduh Henry menjadi satu-satunya pihak yang menghambat pencairan dana tersebut.
“Dua saudara Henry, Steven dan David, sudah menyatakan setuju agar dana deposito dicairkan untuk membayar upah karyawan dan operasional perusahaan. Tapi Henry bersikukuh menahan dana tersebut,” ujar Agus.
Ia menyatakan, aksi buruh akan terus berlanjut hingga Henry memberikan kebijakan yang sama dengan saudaranya, yakni mendukung pencairan dana untuk kebutuhan pekerja.
Pihak Manajemen Pakerin dan Kuasa Hukum Mendukung Aksi
Kuasa hukum PT. Pakerin, Alexander Arif, menyatakan dukungannya terhadap aksi buruh tersebut. Ia menegaskan bahwa persoalan bukan terletak pada ketersediaan dana, melainkan pada keengganan pihak bank mencairkan deposito perusahaan.
“Dana itu memang disiapkan khusus untuk membayar gaji dan THR. Tapi proses pencairannya berlarut-larut. Ada kesan Henry dengan sengaja menunda, karena dana tersebut jelas menguntungkan bila terus berputar di bank,” ungkap Alexander.
Ia menyebut, pihak perusahaan di bebani bunga 3 persen untuk dana deposito, sementara pihak bank bisa memutar dana dengan bunga hingga 6 persen ke masyarakat. “Ada potensi keuntungan besar di situ, dan ini sangat merugikan Pakerin serta para pekerjanya,” imbuhnya.
Hingga berita ini diturunkan, Henry S maupun pihak BPR Prima Master Bank belum memberikan pernyataan resmi terkait aksi demonstrasi dan tudingan yang dilayangkan terhadapnya. Pihak keamanan dan pengelola Condominium Regency tampak berjaga untuk mengantisipasi gangguan ketertiban di area hunian. (firman)
