SURABAYA — Konflik internal keluarga besar mendiang Suryawan Tandyo kini resmi masuk ke meja hijau. Dua dari enam ahli waris, Ir. Heru Tandyo (65) dan Dra. Rahayu Tandyo (60), melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam perkara bernomor 566/Pdt.G/2025/PN.Sby.

Dalam gugatan tersebut, mereka menuntut PT Surya Agung Indah Megah (SAIM) sebagai Tergugat I, Leny Tjandrawati sebagai Tergugat II, serta PT Bank Bumi Artha Cabang Surabaya sebagai Tergugat III. Serta empat saudara kandung lainnya yakni Juliati Tandyo, Herlian Tandyo, Sandra Tandyo, dan Lindawati Tandyo sebagai Turut Tergugat.

Gugatan ini mencakup dua bidang aset warisan properti bernilai tinggi yang berada di pusat kota Surabaya. Pertama, HGB No. 226/K di Kelurahan Bubutan (Jl. Kranggan No. 88) seluas 2.490 m², saat ini digunakan sebagai gudang mobil. Kedua, HGB No. 293/K di Kelurahan Sawahan (Jl. Kranggan No. 107–109) seluas 1.918 m², difungsikan sebagai showroom mobil Honda.

Kuasa hukum penggugat, Yakubus Welianto, menegaskan bahwa kliennya tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan maupun pemanfaatan aset warisan. Padahal, berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 297/PDT/2025/PT.SBY, Heru dan Rahayu masing-masing memiliki hak atas 1/6 bagian warisan.

“Tanah dan bangunan masih atas nama almarhum, tapi dimanfaatkan oleh pihak lain, bahkan dijaminkan ke bank tanpa sepengetahuan para ahli waris. Ini jelas bentuk perbuatan melawan hukum,” kata Yakobus saat ditemui, Minggu (30/6/2025).

Ia juga membantah tuduhan bahwa kliennya menolak membayar biaya balik nama.

“Kami tidak pernah diberi kesempatan atau informasi. Sertifikat itu masih aktif sampai 2045 dan tak pernah dibalik nama,” tegasnya.

Yakubus menyebut bahwa masa sewa lahan oleh PT SAIM telah berakhir sejak 1 Januari 2024, namun perusahaan tetap menempati lahan tanpa membayar sewa. Lebih parah, sertifikat properti yang dijaminkan ke bank pun tidak dikembalikan, meski utang perusahaan telah dilunasi dan diganti deposito sebesar Rp 10 miliar.

“Ini bukan cuma pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran etika bisnis. Menempati tanpa bayar, menguasai dokumen tanpa hak,” ujar Yakubus.

Tuntutan: Kerugian Rp 6,6 Miliar dan Sita Jaminan

Heru dan Rahayu meminta majelis hakim untuk menyatakan dua bidang tanah sebagai objek sengketa warisan enam ahli waris almarhum Suryawan Tandyo.

Menghukum para tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan properti tersebut. Menetapkan kerugian materiil sebesar Rp 5,51 miliar akibat pendudukan ilegal selama 503 hari sejak 1 Januari 2024. Menetapkan kerugian immateriil sebesar Rp 1,1 miliar, sebagai dampak dari pengabaian hak dan konflik keluarga.

Meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap properti tambahan, seperti rumah di Pondok Candra, Sidoarjo, serta kantor Bank Bumi Artha di Jl. Diponegoro Surabaya.

Memblokir rekening BCA milik PT SAIM, serta memberikan sanksi uang paksa sebesar Rp 1 juta per hari jika putusan tak dilaksanakan.

“Mereka tidak bisa terus menguasai aset seperti milik pribadi. Ini warisan bersama yang harus dibagi secara adil,” tegas Yakubus.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT SAIM, Leny Tjandrawati, dan Bank Bumi Artha belum memberikan pernyataan resmi terkait gugatan tersebut. Sidang perkara ini dijadwalkan akan berlanjut pekan depan di Pengadilan Negeri Surabaya. (firman)