SURABAYA – Persidangan sengketa lahan seluas 4.480 meter persegi di kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Dukuh Pakis, Surabaya, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (28/10/2025). Sengketa yang telah berlangsung sejak awal 1990-an itu kini memasuki babak penting dengan dihadirkannya saksi kunci oleh pihak tergugat.
Perkara bernomor 202/Pdt.G/2025/PN Sby tersebut melibatkan Ir. Bambang Soerjo Adiantono, ahli waris almarhum H. KRMH. Soerjo Wirjohadipoetro, sebagai penggugat, melawan Rukiyah, Wuli, Didik Nurhadi, Siti Nurullah Ichsan, dan Emmanuel Jabah Soekarno sebagai tergugat. Sementara itu, BPN Kota Surabaya I dan Kelurahan Dukuh Pakis turut menjadi pihak turut tergugat.
Inti sengketa berpusat pada Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 530/Kelurahan Dukuh Pakis atas nama Djabah Soekarno, yang menurut penggugat diterbitkan di atas tanah warisan keluarga Soerjo Wirjohadipoetro.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dr. Nur Kholis itu menghadirkan saksi Mohammad Surya Anandika, karyawan dari tergugat Emmanuel Jabah Soekarno di PT Kusuma Kartika Internusa.
Dalam kesaksiannya, Anandika menyebut bahwa ia pernah melihat SHM Nomor 530 yang menjadi objek sengketa tersebut. Ia juga mengaku mengetahui bahwa tanah itu pernah menjadi objek gugatan di PTUN Surabaya pada 2020 oleh ahli waris keluarga Soerjo Wirjohadipoetro, bahkan hingga ke tingkat Peninjauan Kembali (PK).
“Setahu saya, gugatan di PTUN itu sampai ke tingkat PK,” ujar Anandika di hadapan majelis hakim.
Menurut Anandika, sebelum menjadi SHM Nomor 530 atas nama Jabah Soekarno, tanah tersebut berasal dari Petok No. 365 atas nama Wuriyan B. Paniti, yang diterbitkan pada Juli 1995. Namun ia mengaku tidak mengetahui secara pasti batas-batas tanah tersebut.
Anandika juga menyebut bahwa area tanah itu telah dipagari kawat duri sejak tahun 1996, kemudian diganti dengan pagar panel beton pada 2015 oleh Emmanuel Jabah melalui seseorang bernama Darto.
Saat ditanya kuasa hukum penggugat, Anandika mengatakan pernah membaca akta perjanjian jual beli antara Wuriyan B. Paniti dengan Didik Nurhadi pada 1996, serta antara Didik Nurhadi dengan Emmanuel Jabah Soekarno pada 1995. Namun, ia tidak pernah melihat langsung akta jual beli antara Wuriyan B. Paniti dan Jabah Soekarno.
Dalam sesi tanya-jawab, Anandika menegaskan bahwa SHM Nomor 530 merupakan milik Emmanuel Jabah Soekarno, bukan milik PT Kusuma Kartika Internusa. Ia menjelaskan keterlibatan perusahaan itu karena menantu Jabah menjabat sebagai direktur dan pernah membahas lahan tersebut dalam rapat pada 2021.
Majelis hakim juga sempat menyoroti dasar kepemilikan awal tanah tersebut. Saat ditanya asal-usul hak milik Wuriyan B. Paniti, Anandika mengaku hanya mengetahui dokumen berupa kutipan Buku C Desa Dukuh Pakis, namun tidak memahami lebih lanjut mengenai asal tanah tersebut.
Sidang ditutup dengan pernyataan menarik dari Ketua Majelis Hakim Dr. Nur Kholis, yang menyoroti ketidaksesuaian dokumen kepemilikan.
“Gambarnya sama, tapi petoknya beda,” ujar hakim dengan nada tegas.
Dalam gugatannya, penggugat Ir. Bambang Soerjo Adiantono meminta majelis hakim untuk, mengakui dirinya sebagai ahli waris sah almarhum H. KRMH. Soerjo Wirjohadipoetro. Menetapkan tanah seluas ±4.480 meter persegi di Dukuh Pakis sebagai hak milik keluarga Soerjo Wirjohadipoetro berdasarkan Petok D No. 979. Menyatakan SHM Nomor 530 atas nama Djabah Soekarno cacat hukum dan tidak berkekuatan mengikat. Memerintahkan pihak tergugat untuk membongkar pagar beton setinggi 2,25 meter serta menurunkan spanduk klaim kepemilikan di lokasi sengketa. Menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp1,75 miliar dan immateriil sebesar Rp1 miliar.
Kasus ini diketahui bukan pertama kalinya diajukan ke pengadilan. Berdasarkan keterangan saksi, gugatan serupa pernah dilayangkan pada 2010 dan 2024, namun belum menghasilkan putusan hukum final. (firman)
