SURABAYA — Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Fransiska Eny Marwati alias Soeskah Eny Marwati kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (22/10/2025). Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan duplik dari pihak terdakwa.

Yang menarik, dalam dupliknya, tim kuasa hukum terdakwa yang dipimpin oleh Boyamin Saiman menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan praperadilan atas dasar Laporan Polisi Nomor LP/251/V/2009/Biro Ops tertanggal 4 Mei 2009, laporan yang menjadi dasar perkara ini.

Boyamin menegaskan, praperadilan tersebut telah resmi didaftarkan secara e-court di PN Surabaya pada 21 Oktober 2025 dengan nomor perkara PN SBY-68F72AB64D9BF. Menurutnya, langkah ini diambil untuk menguji keabsahan proses hukum yang dinilai telah melewati batas waktu penuntutan (daluwarsa).

“Permohonan praperadilan ini kami ajukan untuk menegaskan bahwa perkara ini seharusnya sudah kedaluwarsa karena tidak ada tindak lanjut selama lebih dari 15 tahun,” tegas Boyamin di hadapan majelis hakim.

Dalam dokumen duplik, tim pembela juga memohon agar majelis hakim menunda pembacaan putusan perkara pokok, hingga permohonan praperadilan tersebut diperiksa dan diputus. Mereka berpendapat bahwa hasil praperadilan akan berimplikasi langsung terhadap keabsahan penyidikan yang menjadi dasar penuntutan.

Selain itu, pihak kuasa hukum juga meminta majelis hakim mempertimbangkan ketentuan daluwarsa berdasarkan Pasal 78 dan 79 KUHP. Bila hakim menyatakan perkara ini telah kedaluwarsa, mereka meminta agar Fransiska dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak) atau setidaknya dinyatakan lepas dari tuntutan hukum (onslag van rechtvervolging).

Sebelumnya, Boyamin juga telah mengajukan praperadilan terhadap Polda Jawa Timur, dengan dalil bahwa penyidikan yang dilakukan setelah belasan tahun mandek tidak lagi sah menurut hukum.

Namun, di akhir sidang, majelis hakim yang dipimpin oleh Purnomo Hadiyarto justru mengambil langkah tak biasa. Ia membacakan Pakta Integritas Hakim PN Surabaya, yang berisi komitmen untuk menjalankan tugas secara jujur, profesional, serta menolak segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

“Sidang dilanjutkan tiga minggu lagi,” ujar Purnomo singkat sebelum menutup persidangan.

Belum diketahui alasan di balik pembacaan pakta tersebut dalam sidang yang tengah bergulir. Namun hal ini memunculkan spekulasi mengenai posisi dan sikap independensi majelis hakim dalam perkara yang telah berlarut lebih dari satu dekade ini.

Sebagai informasi, dalam sidang sebelumnya pada Rabu, 24 Agustus 2025, Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Basuki Wiryawan, menuntut Fransiska dengan pidana penjara selama enam bulan. Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah “dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP, sesuai dengan dakwaan subsidair Penuntut Umum. (firman)