SURABAYA — Kejaksaan Negeri Lombok Timur menetapkan Libert Hutahaean (LH), Direktur PT Temprina Media Grafika, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Chromebook senilai Rp32,4 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2022.

Penetapan tersangka terhadap salah satu pimpinan perusahaan percetakan besar nasional ini mengejutkan banyak pihak. PT Temprina Media Grafika dikenal luas sebagai bagian dari jaringan media besar yang telah beroperasi sejak 1996 dengan sejumlah unit bisnis di bidang percetakan dan penerbitan.

Selain LH, penyidik juga menetapkan LA, Direktur PT Dinamika Indo Media, sebagai tersangka dalam perkara yang sama.

Kepala Kejaksaan Negeri Selong, Hendro Wasisto, mengungkapkan bahwa penetapan dua tersangka baru tersebut merupakan hasil pengembangan dari penyidikan terhadap empat tersangka sebelumnya, yakni AS, A, S, dan MJ.

“Para tersangka sejak awal telah mengatur pemenang penyedia pengadaan peralatan TIK yang akan ditunjuk melalui Katalog Elektronik,” ujar Hendro di Selong, Jumat (7/11/2025).

Hendro menjelaskan, penyidikan menemukan adanya kesepakatan antara pihak-pihak terkait sebelum proses pengadaan dimulai.

“AS sudah berkomunikasi dan bersepakat dengan tersangka S, LA, dan MJ terkait perusahaan yang akan digunakan sebagai penyedia,” katanya.

Akibat praktik persekongkolan ini, negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp9,27 miliar.

Kasus ini mendapat sorotan tajam dari praktisi hukum asal Surabaya, Johanes Dipa Widjaja, SH., MH., yang juga menjabat Wakil Ketua DPC Peradi Surabaya.

Ia menilai, penyidikan tidak boleh berhenti pada satu atau dua direktur semata.

“Kalau perusahaan berbentuk perseroan terbatas, penyidik perlu mendalami lebih jauh peran direktur utama dan jajaran pengurus lainnya,” tegas Johanes.

Menurutnya, korupsi di sektor pendidikan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap masa depan bangsa.

“Penyalahgunaan dana pendidikan bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merampas hak belajar anak-anak Indonesia. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap generasi penerus,” ujarnya.

Johanes menambahkan, persoalan korupsi pendidikan tidak boleh dipandang sekadar soal angka.

“Lebih dari itu, ini soal moral dan masa depan. Pendidikan seharusnya menjadi ruang suci untuk membangun karakter dan ilmu, bukan lahan mencari keuntungan pribadi,” tegas Ketua Komisariat Fakultas Hukum Ikatan Alumni Ubaya tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Temprina Media Grafika belum memberikan pernyataan resmi terkait status hukum direktur mereka. (firman)