Jakarta – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai dugaan persaingan yang tak sehat juga terlihat dari waktu maskapai memutuskan mengerek tarif. Kemarin, kenaikan tarif justru dilakukan pada musim rendah permintaan (low season).
Padahal, hukum pasar biasanya momen kenaikan harga tiket dilakukan pada saat permintaan tinggi (peak season), misalnya beberapa waktu sebelum liburan akhir tahun atau jelang libur lebaran.
"Artinya, memang ada indikasi kompetisi di industri yang tidak berjalan sempurna dan tidak sehat karena tidak elastis terhadap perubahan biaya produksi dan siklus permintaan pasar," jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kurnia Toha pun mengamini dugaan ini. Kesepakatan naik turun tarif pesawat oleh beberapa maskapai sekaligus, dianggapnya cukup memberikan indikasi kartel.
Meskipun, kenaikan tarif pesawat sebenarnya tidak melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 126 Tahun 2015 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Namun, bila naik turun ini benar mengarah ke kartel, maka perlu ditindaklanjuti. Sebab, kartel tidak dibenarkan oleh Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Bisa saja naik karena antar pelaku usaha saling lihat saja, artinya mandiri naiknya, tidak kartel. Tapi ini mereka lakukan secara bersama-sama, sehingga jadi perhatian kami untuk pelajari lebih dalam," ucapnya.
Kurnia bilang, dugaan ini akan segera ditindaklanjuti dengan berdiskusi bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Khususnya, untuk mengetahui struktur dan perkembangan tarif pesawat dari waktu ke waktu. Diskusi juga dilakukan untuk mempelajari aturan tarif batas atas dan bawah.
[zombify_post]