Jakarta – Pemilu 2019 rawan akan permainan intelijen, timses berani membayar mahal untuk memenangkan ambisi memuncaki karir politik.
Masih segar dalam ingatan kita, sehari setelah pemungutan suara pada Pemilu 2009, Yusril Ihza Mahendara bertemu dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang ketika itu dijabat oleh Syamsir Siregar.
“Anda kasih uang ke saya Rp 5 triliun, kita lihat bagaimana perolehan suara PBB pada pemilu nanti,” ujar Yusril.
Yusril mengaku pernah bertanya kepada Syamsir mengenai operasi bersandi bawang merah dan bawang putih yang digelar pada pemilu 2009.
Ditanya soal operasi tersebut, Syamsir tidak menyangkal dan justru bertanya kepada Yusril darimana dirinya mengetahui operasi tersebut. Operasi tersebut menurut Yusril adalah operasi penukaran surat suara ketika diangkut menggunakan mobil box dari Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Bagaimana saya tidak curiga ada operasi intelijen di dalam Pemilu,” katanya.
Operasi pada pemilu 10 tahun lalu itu, berpotensi terjadi pada Pemilu 2019 ini. Informasi dugaan hoax mengenai 7 kontainer sudah terisi surat suara seakan dapat dibenarkan, meski masih kabur, hingga hari ini, kelanjutannya tidak terpublikasi, namun sangkaan terhadap 2 orang pembuat hoax itu telah di cekal kepolisian.
“Kalau kita lihat tercecer, selanjutnya terjadi lagi, tercecer lagi, tercecer lagi. Kemudian ada yang tercecer dan masih valid. Nah kalau kita tidak menganalisa dengan menggunakan teori analisa dan teori intelijen yang mendalam, maka kejadian itu akan biasa-biasa saja,”Kata, Anggota Komisi II DPR RI Eddy Wijaya Kusuma.
Dugaan adanya permainan intelijen di Pemilu 2019 makin menguat, setelah adanya dugaan kuat keberpihakan intelijen pada Incumbent yang tinggi.
Ini karena, Komjen Pol (Purn) Budi Gunawan yang kini menjadi kepala Badan Intelijen Negara (BIN) adalah sosok yang sangat dekat dengan Megawati Soekarnoputri, berawal dari Budi Gunawan menjabat sebagai ajudan Presiden yang saat itu dijabat Megawati.
Tercatat dalam buku Politics and Governance in Indonesia: The Police in the Era of Reformasi karya Muradi, saat menjabat sebagai wakil presiden, Megawati telah sukses mencuri kesetiaan Polri dari Presiden Gus Dur.
Akibat kedekatan itu, menurut Muradi, Kapolri Rusdihardjo bahkan memberi laporan kepada Megawati, bukan Gus Dur. Ini yang kemudian menyebabkan Megawati, secara halus, sebenarnya ‘turut’ memakzulkan Gus Dur melalui institusi Polri. Megawati menjadi presiden, PDIP memperbesar kekuasaan.
Presiden Megawati kemudian memiliki agenda besar untuk memperkuat dan meremajakan institusi Polri, antara lain dengan menunjuk Da’i Bachtiar—seorang polisi muda—untuk dipromosikan dengan cepat dan dijadikan sebagai Kapolri, menggantikan Rusdihardjo yang purna tugas.
Dengan misi yang sama pula, Megawati menunjuk Kombes Pol. Budi Gunawan (BG) untuk menjadi ajudan pribadinya saat menjabat wapres tahun 1999-2001 dan presiden tahun 2001-2004. Ini adalah pertama kalinya seorang perwira polisi menjabat sebagai ajudan presiden dan adalah titik mula kedekatan Megawati dengan BG.
Tinggalkan Balasan