SURABAYA – Sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan terhadap Akhmad Fadholi, seorang anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam praktik ilegal perdagangan pupuk subsidi, digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Selasa (7/10/2025).

Fadholi didakwa melakukan tindak pidana ekonomi bersama dua terdakwa lainnya, Zaini dan Reza Vickidianto Hidayanto yang masing-masing menjalani proses hukum dalam berkas terpisah.

Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Tanjung Perak, Estik Dilla Rahmawati mengungkapkan dalam dakwaannya bahwa ketiga terdakwa terlibat dalam kegiatan penyaluran dan jual beli pupuk bersubsidi tanpa izin resmi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 yang telah mengalami beberapa perubahan hingga Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.

“Terdakwa membeli dan menjual pupuk subsidi tanpa memiliki penugasan dari pemerintah, serta memperjualbelikannya dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), demi keuntungan pribadi,” ungkap jaksa dalam persidangan diruang sidang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya.

Kasus ini bermula saat aparat kepolisian dari Polrestabes Surabaya melakukan patroli pada Minggu dini hari, 13 Juli 2025. Di Jalan Raya Kenjeran, petugas menghentikan sebuah truk Mitsubishi Fuso Canter merah dengan nomor polisi AE-8618-UJ. Truk tersebut dikemudikan oleh Zaini dengan Hosik sebagai kernet, memuat ratusan karung pupuk bersubsidi jenis NPK Phonska dan Urea tanpa dokumen resmi.

Saat dimintai keterangan, Zaini mengaku pupuk tersebut dikirim dari Bangkalan (Madura) menuju Bojonegoro. Namun, pendistribusian tersebut tidak dilengkapi dengan surat jalan maupun izin resmi sebagaimana diwajibkan.

Dalam proses penyidikan, diketahui bahwa pupuk bersubsidi tersebut berasal dari Reza Vickidianto Hidayat, yang membeli pupuk dari terdakwa Akhmad Fadholi. Ironisnya, Fadholi sendiri adalah anggota polisi yang sama sekali tidak berwenang dalam pengadaan maupun distribusi pupuk subsidi.

Fadholi membeli pupuk dari seorang petani berinisial Saudara MAD di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan. Ia membeli pupuk dengan harga lebih tinggi dari HET agar petani tergiur untuk menjual kelebihannya, dan kemudian menjual kembali kepada Reza dengan harga yang jauh melebihi HET.

Dari hasil penyelidikan, diketahui Fadholi telah melakukan transaksi penjualan pupuk sebanyak lima kali dalam kurun waktu 3–12 Juli 2025. Total nilai transaksi mencapai lebih dari Rp126 juta, seluruhnya ditransfer ke rekening BCA atas nama Akhmad Fadholi.

Atas perbuatannya, Fadholi didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf b jo Pasal 1 sub 1e UU Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, Jo Pasal 2 ayat (2) Perpres Nomor 15 Tahun 2011, Jo Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaksa menegaskan bahwa tindakan terdakwa telah mengganggu distribusi pupuk subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi petani dan kelompok tani penerima manfaat dari kebijakan subsidi pemerintah. Distribusi ilegal seperti ini bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat produktivitas sektor pertanian.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, setelah Fadholi melalui kuasa hukumnya tidak mengajukan keberatan atas surat dakwaan Jaksa. (firman)