SURABAYA — Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1,8 miliar kepada Ari Kuswara, terdakwa dalam kasus peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai. Putusan dibacakan dalam sidang yang digelar di ruang Garuda 2 pada Senin (6/10/2025).

Ketua majelis hakim Wiyanto menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martina Peristyanti, yang sebelumnya meminta hukuman 3 tahun penjara serta denda empat kali lipat dari kerugian negara senilai Rp 453 juta.

“Menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dan denda sebesar Rp 1.813.078.400 kepada terdakwa. Jika tidak dibayar dalam satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim  dalam sidang.

Dalam putusannya, majelis hakim juga memerintahkan pemusanahan seluruh barang bukti rokok ilegal dan satu unit ponsel milik terdakwa. Sementara itu, kendaraan pengangkut jenis Daihatsu pickup box berpelat nomor B 9552 NCG serta STNK-nya, diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik sah, yakni saksi Ricky Arif Candra.

Menanggapi vonis tersebut, penasihat hukum terdakwa, Imam Syafii, menyatakan kecewa dan menyebut bahwa majelis hakim mengabaikan pembelaan yang disampaikan dalam pledoi.

“Putusan ini tidak mempertimbangkan pembelaan kami. Jaksa tidak bisa membuktikan dakwaannya, terutama karena saksi mahkota Rudi Rustiadi tidak pernah dihadirkan di persidangan,” kata Imam usai sidang.

Imam juga menyoroti sikap pasif jaksa dalam mengungkap dalang utama di balik peredaran rokok ilegal tersebut. Menurutnya, terdakwa hanya sopir yang tidak tahu-menahu soal isi muatan.

“Dalam sidang, ahli dari Bea Cukai, Heri Setiawan, juga tidak bisa menjelaskan kenapa produsen atau pemilik rokok ilegal tidak pernah ditangkap, sementara sopir seperti klien kami selalu jadi sasaran,” ujarnya.

Lebih jauh, Imam menilai bahwa kliennya dijadikan kambing hitam oleh oknum-oknum yang kini berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).

“Yang seharusnya bertanggung jawab adalah Ujang dan Mat Boceng. Kami pastikan akan mengajukan banding, karena vonis ini tidak mencerminkan keadilan dan mengabaikan fakta-fakta persidangan,” tegasnya.

Kasus ini bermula pada 6 Mei 2025, saat Ari Kuswara yang tinggal di Bandung dihubungi oleh Ujang (buron/DPO) untuk mengangkut rokok dari Bangkalan, Madura, dengan bayaran Rp 2 juta. Ari kemudian mengajak rekannya, Rudi Rustiadi, untuk berbagi tugas dan imbalan.

Pada dini hari 7 Mei, mereka bertukar kendaraan dengan seseorang bernama MAT Boceng (juga buron/DPO). Truk tersebut ternyata telah terisi penuh dengan rokok ilegal berbagai merek seperti Anker Merah, Just, MK, dan Avatar, seluruhnya tanpa pita cukai.

Namun, belum sampai ke Bandung, perjalanan mereka dihentikan oleh tim penindakan dari KPPBC TMP B Sidoarjo di kawasan Pecindilan, Surabaya. Pemeriksaan menemukan 607.600 batang rokok ilegal dalam 304 koli.

Menurut perhitungan ahli Bea Cukai, Heri Setiawan, potensi kerugian negara akibat tidak dibayarkannya cukai mencapai Rp 453.269.600, dengan tarif cukai sebesar Rp 746 per batang, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97 Tahun 2024. (firman)