SURABAYA – Persidangan lanjutan perkara perdata dengan nomor 429/Pdt.G/2025/PN.Sby yang menyeret nama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan sejumlah pihak lainnya kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (7/10/2025).

Agenda sidang kali ini menghadirkan dua saksi fakta dari pihak penggugat, yakni Ni Ketut Santi Wilyawati dan Mashudi, untuk memberikan keterangan terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pelelangan dua aset gudang milik Thio John Herryanto Sutekno di Kompleks Pergudangan Suri Mulia, Jalan Margomulyo, Surabaya.

Dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang Sari 3 Pengadilan Negeri Surabaya, saksi Ni Ketut Santi yang merupakan kepala gudang PT Lintas Cindo Teknik (LCT) sejak 2010, satu entitas usaha yang masih terkait dengan penggugat, mengungkapkan bahwa gudang yang menjadi objek sengketa masih aktif digunakan untuk kegiatan usaha.

Ia juga menyebut ada calon pembeli yang pernah menawar gudang tersebut seharga Rp21 miliar, bahkan belakangan ia mendengar nilai pasar mencapai Rp27 miliar.

“Gudang ini masih berjalan dan aktivitas usaha tetap ada. Saya pernah antar pihak calon pembeli yang serius menawar sampai Rp21 miliar,” ujar Santi di hadapan majelis hakim.

Sementara itu, saksi Mashudi, petugas keamanan yang telah bekerja sejak 1999 di area pergudangan, membenarkan bahwa hanya pihak Bank BNI yang pernah datang untuk melihat lokasi gudang. Ia juga menyatakan tidak pernah melihat kehadiran tim penilai dari KJPP Latief, Hanif dan Rekan, yang disebut-sebut melakukan penilaian terhadap aset tersebut.

“Hanya ada tamu dari Bank BNI dan sopirnya, tidak ada pihak lain. Saya catat di buku tamu, salah satunya bernama Edi,” tegas Mashudi sambil menunjukkan buku tamu sebagai bukti.

Usai persidangan, kuasa hukum penggugat, Yafeti Waruwu, menilai ada indikasi kuat kecurangan dalam proses lelang. Ia menyebut bahwa nilai likuidasi yang ditetapkan sebesar Rp15 miliar jauh di bawah harga pasar, dan bertolak belakang dengan penilaian independen pada tahun 2020 dari KJPP Iwan Bachron dan rekan yang menetapkan nilai pasar sebesar Rp25 miliar dengan nilai likuidasi Rp20 miliar.

“Ada ketidakwajaran yang jelas. Bagaimana mungkin dalam empat tahun nilai aset justru turun tajam? Bukannya naik? Ini bukan hanya soal prosedur, tapi ada potensi pelanggaran serius dalam penetapan nilai lelang,” ujar Yafeti kepada awak media.

Yafeti juga mempertanyakan keputusan BNI yang melepas aset dengan harga lebih rendah, padahal ada pihak yang serius menawar dengan harga lebih tinggi. Ia menduga, pelelangan telah dilakukan tanpa transparansi dan menimbulkan kerugian besar bagi kliennya.

Namun, pernyataan dari kubu penggugat dibantah oleh pihak kuasa hukum turut tergugat, Septyan Eka Putra, yang mewakili Wahyudi Prasetyo, pihak pemenang lelang. Ia menyoroti adanya perbedaan data antara keterangan saksi dan dokumen gugatan, khususnya dalam hal lokasi objek sengketa dan nama pemenang lelang.

“Dalam persidangan, saksi menyebut objek berada di Blok C3, padahal dalam gugatan tertulis di Blok C No. 33. Saksi juga menyebut pemenang lelang bernama Aldo, padahal yang benar adalah Wahyudi Prasetyo,” jelas Septyan di depan majelis.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tidak pernah ada renvoi (perbaikan gugatan) dari pihak penggugat terkait perbedaan data tersebut. Septyan menyatakan keberatan jika renvoi diajukan setelah proses persidangan berjalan, karena secara hukum, hal itu harus dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawabannya.

Diketahui dalam gugatan pokoknya, PT Lintas Cindo Bersama (LCB) meminta majelis hakim untuk menyatakan proses lelang yang dilakukan oleh Bank BNI (Tergugat I) tidak sah dan cacat hukum, termasuk hasil penilaian dari KJPP Latief, Hanif & Rekan (Tergugat III) yang digunakan sebagai dasar nilai lelang. Penggugat juga menuntut ganti rugi immateriil sebesar Rp50 miliar, dengan rincian, Tergugat I (BNI): Rp30 miliar dan Tergugat III (KJPP): Rp20 miliar

Selain itu, penggugat juga meminta kepada ATR/BPN Surabaya I untuk tidak melakukan tindakan hukum apa pun atas aset tersebut sebelum putusan hukum berkekuatan tetap.

Sidang akan kembali dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya dari pihak Penggugat. (firman)