Foto: Gedung Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Tulikup Kelod (Sumber: FB LPD Tulikup Kelod)
Gianyar – Pelaporan I Nengah Wirata sebagai nasabah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Tulikup Kelod yang mengaku mengalami kerugian Rp5,2 miliar nampaknya akan berbuntut panjang di Polda Bali.
Pasalnya, I Nengah Wirata menyebut kerugian pihaknya terjadi terkesan penuh dengan konspirasi. Uang miliknya dikelola sebelumnya di LPD Tulikup Kelod namun belakangan malah menjadi tanggungan utang pribadi sang ketua yang telah diberhentikan.
Mirisnya selain uangnya menguap, ketika lembaga keuangan desa adat ini mendapat masalah diperiksa Kejaksaan Negeri Gianyar, sebagai nasabah (I Nengah Wirata, red) mengaku juga diseret-seret.
“Saya nasabah tidak tahu apa-apa dengan keadaan LPD diseret-seret ketika ada pemeriksaan kejaksaan. Bahkan buku tabungan saya baru didapatkan. Dari dulu ditahan LPD, selalu ada alasan ketika diminta. Ini baru saya tahu tercatat mendapatkan bunga tabungannya dan saya juga tidak pernah menerima. Hanya catatan saja dan pengakuan hutang dari Pak Pande,” terang Nengah Wirata kepada wartawan, Rabu (29/08/2023)
Lebih lanjut dikatakan, sebagai nasabah sangat menyayangkan persoalan ini bisa terjadi. Uangnya ke luar-masuk dalam pembukuan LPD Tulikup Kelod namun ketika muncul masalah, LPD disebut-sebut tidak bertanggungjawab alias angkat tangan.
“Saya merasa ada keganjilan, LPD adalah milik desa adat namun ketika muncul masalah, menjadi tanggungjawab pribadi ke nasabah. Artinya, kan LPD jadinya milik ketua LPD. Terus siapa menjamin simpanan nasabah jika pengawas (bandesa dkk, red) dan desa adat tidak ikut bertanggungjawab. Secara pribadi saya menolak pengakuan utang Pak Pande. Selama ini saya pinjam dan menaruh uang di LPD Tulikup Kelod bukan dengan Pak Pande,” tegasnya.
Terkait pelaporan di Polda Bali saat sekarang dikatakan polisi sedang melakukan penyelidikan. Bukti-bukti sudah disampaikan dan mengapresiasi kinerja penyidik. Ia berharap, pihak-pihak yang patut bertanggungjawab bisa meluruskan persoalan ketika nanti dipanggil penyidik.
“Bukti-bukti sudah diserahkan. Kalau menurut hukum dari teman teman, seribu rupiah pun jika uang itu masuk ke LPD wajib dipertanggungjawabkan LPD. Apalagi miliaran bergulir. Tentu LPD menikmati keuntungan juga. Saya berharap kejadian ini menjadi pembelajaran untuk LPD ke depan dalam posisi mempertanggungjawabkan dana nasabah ketika muncul masalah,” tutup Nengah Wirata.
Ketua Akui Uang Pelapor Dikelola di LPD dan Dilaporkan ke Pengawas.
Terlapor yakni Mantan Ketua LPD Tulikup Kelod, Pande Made Witia ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan dana pelapor (Nengah Wirata, red) dikelola di LPD. Bahkan disebutkan, dana itu pun sudah mendapatkan bunga.
“Ya, dana itu sebelumnya dikelola di LPD dan mendapatkan bunga,” jawab Pande Made Witia.
Ia juga menjelaskan selama pihaknya menjabat sebagai ketua selalu melakukan pelaporan setiap bulan, tiga bulan dan laporan tahunan kepada pengawas (Panureksa LPD Tulikup Kelod, red).
Bahkan disebutkan pihak bandesa adat juga tahu perguliran dana. “Setiap bulan, tiga bulan dan tahunan kita rutin melakukan pelaporan. Bandesa juga tahu dana LPD berapa,” terangnya.
Bandesa Terima Laporan Tapi Menolak LPD Tanggungjawab
Bandesa Tulikup Kelod, I Nyoman Sukara ketika dikonfirmasi tidak menampik bahwa sebelumnya pihak ketua LPD selalu melakukan pelaporan. Pihaknya juga menegaskan pelaporan disampaikan tidak fiktif.
“Selalu melakukan pelaporan setiap bulan. Menurut tiyang (saya) laporan tidak fiktif. Seperti biasa laporan tahunan juga ada,” ungkapnya.
Bandesa Tulikup Kelod juga menyatakan, buku tabungan milik Nengah Wirata juga tercatat. Mesti begitu pihaknya menolak mengaku mengelola dana dan menekankan LPD Tulikup Kelod yang justru membantu.
“Kalau saya tidak cocok kenapa kok saya dibilang mengelola uang itu. LPD tidak ada mengelola uang Pak Wirata. Itu orangnya, oknumnya yang mengelola. Tidak ada LPD mengelola, justru pak Wirata punya utang di LPD. Perlu saya tekankan, tidak ada sangkut pautnya pelaporan Pak Pande dengan LPD,” bantah Bandesa I Nyoman Sukara.
Kejadian dan Pelaporan di Polda Bali
Untuk diketahui sebelumnya pengacara pelapor (Nengah Wirata, red) yakni Yasa Adnyana menuturkan, bahwa kliennya adalah developer (pengembang) penyewa dan menyewakan tanah. Dalam perjalanan lantaran konsumen tidak bisa melakukan pembayaran cash (tunai), disarankan untuk bekerja sama dengan LPD Tulikup Kelod. Maka, konsumen pun melakukan pembayaran ke LPD dan tercatat dalam buku tabungan atas nama I Nengah Wirata.
“Dari Rp20 miliar uang masuk, Rp10 miliar secara benar digunakan untuk membayar pemilik tanah, Rp5 miliar terbukti diterima benar LPD melalui print (cetak) rekening koran dan sisa Rp5miliar yang tidak dapat dibuktikan,” ungkapnya.
Melalui pengecekan ini juga, dikatakan Ketua LPD mengaku telah menggunakan uang dalam buku tabungan Wirata (pelapor, red) dan belum bisa dipertanggungjawabkan.
“Rp5 miliar terakhir yang tidak bisa dibuktikan ini sudah kita ingatkan berkali-kali. Yang terbukti menarik dirinya (Ketua LPD, red) atau orang dengan perintahnya,” imbuh Yasa
Pengakuan tersebut telah dituangkan dalam berita acara penggunaan uang milik pelapor. Yasa Adnyana menyayangkan, atas sikap tidak profesional mantan Ketua LPD Tulikup Kelod (Pande Made Witia, red), buku tabungan milik pelapor ditahan dan dikuasai. Ketika diminta selalu saja ada alasan dan belakangan baru dikembalikan.
“Dalam proses ini, ada pemindahbukuan, logikanya uang sewa itu masuk ke rekening Nengah Wirata. Tapi sejak akad kredit, buku rekening dikuasai dan dipegang Pande Made Witia,” tandasnya.
Karena permasalahan ini tidak kunjung selesai, maka dibuatlah Laporan Polisi Nomor LP/B/380/VII/2023/SPKT/POLDA BALI tertanggal (22/7), atas dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP.
Tinggalkan Balasan