SURABAYA – Jaksa Kejati Jatim menghadirkan Prof. Dr. Sadjijono SH,.MHum seorang Ahli Pidana dari Universitas Bhayangkara untuk menelisik cara yang dilakukan oleh terdakwa Greddy Hernando dalam mencari investor di perusahaannya. Kamis (14/6/2024).
Salah satu caranya yaitu bersama-sama dengan terdakwa Indah Catur Agustin dan Arif Wicaksono mendirikan PT. Garda Tematek Indonesia (GTI) dengan mengatakan telah bekerjasama dengan PT. Duta Abadi Primantara selaku pemegang lisensi kain sprei King Koil di Indonesia.
Prof. Sadjijono dalam analisanya berpendapat bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa Greddy Hernand dengan terdakwa Indah Catur Agustin memenuhi unsur secara bersama-bersama telah melakukan tindak pidana sesuai Pasal 372 dan 378 KUHPidana.
“PT. GTI tidak memiliki dan tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana perijinan yang dimiliki. Ketika uang modal milik Canggih Soliemin yang diinvestasikan sebesar Rp.4,825 miliar tersebut diminta namun tidak dikembalikan maka hal tersebut dapat dikualifikasikan sebagaimana dimaksud memiliki barang atau uang milik orang lain. Sedangkan tentang Greddy menyerahkan 7 lembar Cek sebagai Pengganti uang investasi namun kemudian 7 lembar Cek yang dimaksud tersebut tidak bisa dicairkan maka hal tersebut menurut pendapat saya sebagai perbuatan dapat tipu muslihat,” katanya diruang sidang Tirta 1 PN. Surabaya.
Tentang PT. GTI yang dipergunakan sebagai sarana untuk menarik investor. Prof. Sadjijono berujar, ada suatu perbuatan yang bersifat fiktif. Kenapa?
“Karena apa yang disampaikan tentang adanya kerjasama PT. GTI dengan King Koil, ternyata di counter atau dibantah oleh PT. Duta Abadi Primantara yang memiliki ijin lisensi King Koil. Kata kerjasama ini dipakai sebagai Salah satu cara bagi Greddy untuk menarik investor” ujarnya.
Terkait adanya 19 perjanjian namun yang 12 perjanjian telah selesai dan menyisahkan 7 perjanjian yang bermasalah.
Ahli berpendapat, ketika suatu perbuatan itu dilakukan lebih dulu, baru kemudian ada perjanjian dan perjanjian yang dilakukan itu mengandung suatu unsur delik, maka perjanjian tersebut masuk kualifikasi sebagai bentuk sarana untuk menambah keyakinan atau kepercayaan dari orang-orang yang menjadi korban.
“Ketika perjanjian itu lahir setelah terwujudnya bedrok maka perjanjian itu masuk sebagai kualifikasi dari sarana saja. Karena tanpa perjanjian pun sudah keluar bedrok. Tetapi ketika perjanjian itu keluar dulu atau perjanjian transaksi dulu tetapi tidak ada deliknya dan lahir suatu perjanjian, baru kemudian ketika dalam perjanjian itu ada bedrok menjadi syarat formal maka perjanjian iti dapat dibatalkan,” katanya.
Dikonfirmasi selepas persidangan, Terdakwa Greddy Hernando melalui kuasa hukumnya Achmad Junaedi ternyata sependapat dengan keterangan yang diberikan oleh ahli Prof. Dr. Sadjijono. Menurutnya, mens rea yang berkaitan dengan pidana tersebut terjadi pada waktu pendirian PT. GTI.
“Andaikan tidak terjadi pendirian PT. GTI maka Greddy dalam perkara ini harusnya berstatus sebagai korban. Tetapi karena terjadi pendirian PT. GTI akhirnya menjadikan Greddy secara bersama-sama terlibat. Sekarang yang wajib dikaji dan dibuktikan di persidangan ini adalah apakah keterlibatan Greddy tersebut sebagai aktor utama, yang menyuruh ataukah yang turut serta,” katanya di PN. Surabaya.
Dijelaskan Achmad Junaedi, kalau Greddy hanya turut serta, bahkan tadi saksi ahli menyatakan seharusnya dalam konteks ini Greddy bukan pelaku utama karena perbuatan hukum itu sudah lama terjadi. Akhirnya perkara menjadi inklud incasu karena mendirikan PT.
“Yang jadi masalah, kalau memang PT. GTI tersebut dipakai sebagai sarana penipuan, kenapa komisaris satunya yaitu Arif Wicaksono tidak di ikut sertakan. Arif itu investasi ke Indah Rp.2,5 miliar dan Greddy investasi Rp. 5,750 miliar. Sejak awal ditawarkan sama Indah investasi itu ke King Koil,” pungkasnya.
Diketahui, terdakwa Greddy Harnando warga Wisma Pagesangan III/56 Surabaya dan terdakwa Indah Catur Agustin waraga Ketintang Wiyata bersama-sama menjanjikan keuntungan sebesar 4 persen tiap bulannya terhadap korban Canggih Soliemin apabila mau berinvestasi besar ke perusahaannya yakni PT. Garda Tematek Indonesia (GTI) untuk memenuhi kebutuhan kain sprei merk King Koil.
Namun dalam kenyataanya, keuntungan yang dijanjikan terdakwa Greddy Hernando kepada korban tersebut tidak pernah diberikan. Bahkan saat modal usaha sebesar Rp. 5,950 miliar yang terlanjur di investasikan tersebut ingin ditarik tak diberikan. Hanya diberikan jaminan 7 lembar Cek BCA KCP Klampis. Lebih apesnya lagi saat ke 7 Cek tersebut dicairkan, ternyata ditolak oleh pihak Bank dengan alasan rekeningnya telah ditutup. (firman)
Tinggalkan Balasan