SERANG – Dalam sistem peradilan perdata Indonesia, putusan verstek kerap dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah. Namun, hukum tetap memberikan kesempatan bagi tergugat untuk mengajukan verzet, yaitu upaya hukum untuk melawan putusan tersebut guna memperoleh pemeriksaan ulang.
Putusan verstek dijatuhkan oleh pengadilan ketika tergugat absen dalam sidang perdana dan tidak mengajukan tanggapan atas gugatan yang diajukan penggugat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 125 HIR dan Pasal 149 RBg, yang menyebutkan bahwa apabila tergugat tidak hadir meskipun telah dipanggil secara sah dan patut, maka hakim dapat memutus perkara berdasarkan dalil-dalil yang diajukan penggugat.
Menurut H. Ariadi, S.H., M.H., M.Phil., Advokat dari Law Office ARD & Associates, putusan verstek tetap memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan biasa. Namun, untuk menjamin keadilan, tergugat masih memiliki hak untuk melakukan perlawanan melalui mekanisme verzet.
“Verzet merupakan upaya hukum yang diberikan kepada tergugat yang tidak hadir dalam persidangan. Upaya ini memungkinkan tergugat meminta pengadilan untuk memeriksa kembali perkara dengan menghadirkan kedua belah pihak. Jika verzet dikabulkan, maka putusan verstek dapat dibatalkan. Namun, jika ditolak, maka putusan verstek tetap berkekuatan hukum mengikat,” ujar H. Ariadi, S.H., M.H., M.Phil dalam wawancara eksklusif, Minggu (16/2/2025).
Lebih lanjut, proses pengajuan verzet harus dilakukan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan putusan verstek, atau 30 hari jika tergugat berada di luar negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 129 HIR dan Pasal 153 RBg.
Dengan adanya mekanisme verzet, sistem peradilan perdata di Indonesia tetap memberikan perlindungan hukum yang adil bagi kedua belah pihak. Namun, H. Ariadi, S.H., M.H., M.Phil. menegaskan bahwa penting bagi tergugat untuk hadir dalam sidang atau memberikan tanggapan guna menghindari risiko putusan verstek yang dapat merugikan.
“Ketidakhadiran tergugat dalam persidangan dapat berakibat pada putusan yang merugikan, meskipun masih ada upaya hukum melalui verzet. Oleh karena itu, setiap pihak yang berperkara sebaiknya memahami prosedur hukum dengan baik agar dapat memperjuangkan hak-haknya secara maksimal,” pungkasnya.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih memahami hak-hak hukum mereka dalam proses peradilan perdata. Kehadiran dalam persidangan dan pemenuhan prosedur hukum yang berlaku menjadi kunci utama dalam memperoleh keadilan yang seimbang.