Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menegaskan bahwa angkutan logistik merupakan elemen penting dalam mendukung dunia industri dan perdagangan. Ia menyoroti bahwa sektor ini memainkan peran kunci dalam pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai 18 persen.
Sebagai bagian dari upaya pengaturan lalu lintas selama musim mudik Lebaran 2025, pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kepala Korps Lalu Lintas Polri, dan Direktur Jenderal Bina Marga pada 6 Maret 2025. SKB tersebut mengatur pembatasan operasional angkutan barang guna mengurangi kepadatan lalu lintas.
Namun, kebijakan ini menuai keberatan dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo). Mereka meminta pengurangan waktu pembatasan operasional angkutan barang. Jika tuntutan ini tidak ditanggapi oleh pemangku kebijakan, Aptrindo mengancam akan menghentikan operasional angkutan barang di seluruh Indonesia mulai 20 Maret 2025.
Dampak Pembatasan Operasional
Bambang Haryo mengingatkan bahwa pembatasan operasional angkutan logistik yang direncanakan mulai 24 Maret hingga 8 April 2025 dapat menimbulkan dampak serius bagi berbagai sektor. Salah satu yang paling terdampak adalah industri manufaktur, yang akan kesulitan mendistribusikan produknya ke konsumen. Hal ini terutama berlaku bagi industri yang bergantung pada angkutan laut, di mana aspek demurrage dan dwelling time harus dikelola secara ketat.
“Jika distribusi barang terhambat, dwelling time di pelabuhan akan meningkat, bertentangan dengan kebijakan Presiden yang ingin menurunkan angka tersebut. Selain itu, biaya demurrage yang dikenakan akibat keterlambatan akan semakin membebani industri,” ujar Bambang Haryo.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa pembatasan operasional angkutan barang berpotensi memperburuk Indeks Kinerja Logistik (LPI) Indonesia. Saat ini, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara dalam hal efisiensi logistik. Jika peringkat ini terus menurun, kepercayaan dunia internasional terhadap industri nasional pun akan tergerus.
Pentingnya Logistik dalam Ekonomi Nasional
Bambang Haryo menegaskan bahwa logistik merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan pemerintah dalam menggerakkan ekonomi nasional. Ia mengingatkan bahwa transportasi logistik darat mencakup hampir 90 persen dari total logistik di Indonesia, sementara angkutan laut dan udara hanya berkontribusi dalam skala kecil.
“Pelaku usaha logistik adalah mitra strategis pemerintah. Tanpa mereka, aktivitas ekonomi tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, kebijakan yang menyangkut logistik harus dikaji secara mendalam agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.
Seruan untuk Revisi Kebijakan
Bambang Haryo meminta pemerintah untuk segera merespons tuntutan Aptrindo. Menurutnya, kebijakan pembatasan operasional angkutan barang seharusnya dapat dikaji ulang dengan mempertimbangkan kepentingan nasional yang lebih luas.
“Regulasi bisa diubah jika memang diperlukan. Contohnya, Presiden Prabowo memutuskan menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen meskipun sudah ditetapkan dalam undang-undang. Jika kebijakan perpajakan saja bisa direvisi, mengapa aturan teknis mengenai angkutan logistik tidak bisa?” katanya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi kemacetan selama mudik, seperti program Work From Anywhere (WFA), percepatan pembayaran THR, serta peningkatan kapasitas transportasi umum. Dengan adanya kebijakan ini, pemangku kebijakan seharusnya lebih percaya diri bahwa kemacetan dapat dikelola tanpa harus membatasi angkutan barang secara drastis.
Sebagai penutup, Bambang Haryo menegaskan bahwa regulasi transportasi harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha industri, asosiasi perdagangan, dan perwakilan konsumen. “Kebijakan transportasi tidak boleh dibuat sepihak, tetapi harus mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi secara keseluruhan,” pungkasnya.