SURABAYA – Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS), menyoroti lambannya penanganan sedimentasi lumpur di kawasan Taman Hiburan Pantai (THP) Kenjeran Lama. Sejak 2017, nelayan setempat mengeluhkan tingginya endapan lumpur yang menyulitkan aktivitas melaut. Namun hingga kini, pemerintah kota dinilai belum mengambil langkah konkret.
Dalam kunjungan resesnya pada Kamis (19/6/2025), Bambang Haryo mendapati langsung keluhan nelayan yang menyebut lumpur di perairan itu telah mencapai kedalaman dada orang dewasa. Kondisi tersebut membuat perahu nelayan kesulitan untuk menepi maupun berlayar.
“Saya mencoba bantu dulu pengerukan ini dengan alat ponton dan excavator. Ini langkah awal, harapannya nanti bisa dilanjutkan oleh Pemerintah Kota Surabaya,” ujar politisi Partai Gerindra yang juga dikenal sebagai pengusaha transportasi laut.
Menurut BHS, kawasan THP Kenjeran Lama bukan sekadar tempat wisata, tapi juga pusat ekonomi berbasis kelautan yang sangat penting. Bahkan, destinasi ini rutin dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah seperti Sidoarjo dan Mojokerto. Ia juga menyebut pernah melakukan studi bersama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang menemukan bahwa lumpur tersebut kemungkinan besar berasal dari limpasan material Lapindo di Sidoarjo.
“Saya mendorong agar Pemkot Surabaya menyuarakan ini ke pemerintah pusat. Masalah ini sudah seharusnya menjadi perhatian Kementerian PUPR karena dampaknya sangat luas bagi nelayan dan pariwisata,” tegas BHS.
Selain sedimentasi, ia juga menyoroti kondisi anjungan yang sebelumnya menjadi tempat bersandar perahu nelayan. Menurutnya, pemotongan anjungan oleh pemerintah kota terdahulu menyebabkan nelayan kesulitan berlabuh dan menambah beban mereka dalam menjalankan aktivitas harian.
“Anjungan yang dulu dipotong itu seharusnya diperpanjang kembali. Ini fasilitas penting untuk mendukung nelayan, bukan hanya aspek estetika wisata,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala UPTD THP Kenjeran, Rusdi Ismet, menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari Pemerintah Kota Surabaya terkait berbagai masukan dari BHS.
“Pak BHS tadi menyampaikan pentingnya kolaborasi antar-instansi. Kami menunggu koordinasi lebih lanjut, termasuk dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Provinsi Jatim, dan Pemkot,” kata Rusdi.
Ia juga membenarkan bahwa fenomena penebalan lumpur sudah tercatat sejak 2022. Namun, pihak Pemkot Surabaya hingga kini masih melakukan studi lanjutan untuk mengetahui penyebab utama peningkatan sedimentasi.
Kunjungan BHS ini memperkuat dorongan agar penanganan Kenjeran Lama tidak lagi stagnan. Selain untuk memulihkan fungsi ekologis dan ekonomi wilayah pesisir, langkah cepat dan tepat juga dibutuhkan demi keberlanjutan hidup para nelayan yang bergantung penuh pada perairan ini.