Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, mengapresiasi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan anggaran Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi Rp300 triliun pada tahun 2025, naik dari Rp280 triliun pada tahun 2024. Menurutnya, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Bambang Haryo menegaskan bahwa pemodalan merupakan elemen krusial dalam pengembangan usaha kecil agar dapat tumbuh, naik kelas, dan memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Kebijakan ini juga diharapkan dapat membantu pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.

Namun, ia menekankan pentingnya penyaluran KUR yang lebih tepat sasaran. Bambang Haryo mengusulkan agar Kementerian UMKM menjadi leading sector dalam proses distribusi KUR, bukan perbankan semata. “Sehingga dalam menentukan usaha mana yang bisa menerima kredit tersebut, bukan perbankan yang menjadi penentunya, tetapi harus ada koordinasi antara Kementerian UMKM, perbankan, dan lembaga terkait lainnya,” ujarnya.

Prioritas bagi Usaha Ultra Mikro, Mikro, dan Kecil

Menurut Bambang Haryo, skema penyaluran KUR harus lebih memprioritaskan usaha ultra mikro, mikro, dan kecil. Dengan bunga yang rendah, diharapkan sektor-sektor tersebut dapat berkembang dan naik kelas. Selain itu, koordinasi dengan Kementerian UMKM diharapkan dapat memperluas jangkauan penyaluran KUR.

Ia juga menyoroti pentingnya suku bunga KUR yang lebih rendah dibandingkan bunga pinjaman perbankan. “Anggaran KUR ini berasal dari APBN dan sudah dijamin oleh asuransi BUMN seperti Jamkrindo dan Askrindo, yang telah mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp2 triliun untuk menanggung risiko gagal bayar. Dengan demikian, seharusnya perbankan tidak perlu khawatir akan risiko gagal bayar nasabah KUR, dan bunga pinjaman maksimal seharusnya tidak lebih dari 3 persen,” jelasnya.

Data yang ada menunjukkan bahwa tingkat Non-Performing Loan (NPL) dari KUR sangat rendah, yakni di bawah 1 persen. Namun, Bambang Haryo mencatat bahwa banyak pengusaha yang masih dikenakan bunga di atas 6 persen. Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi perbankan untuk tetap menetapkan suku bunga tinggi bagi nasabah KUR.

Kemudahan Akses dan Pengurangan Agunan

Selain itu, ia juga mengkritisi persyaratan agunan yang diterapkan perbankan terhadap calon nasabah KUR. Menurutnya, hal ini justru menyulitkan pelaku usaha kecil untuk mendapatkan akses permodalan. Oleh karena itu, ia mendorong agar perbankan lebih fleksibel dalam menetapkan persyaratan KUR.

Bambang Haryo menambahkan bahwa KUR sebaiknya diprioritaskan bagi pedagang pasar yang saat ini masih banyak bergantung pada pinjaman rentenir dengan bunga tinggi. “Perbankan dan Kementerian UMKM bisa mengupayakan penyaluran KUR ke pedagang pasar. Dengan jumlah pasar di Indonesia sekitar 16.000 dan rata-rata 500 pedagang di setiap pasar, terdapat potensi 8 juta pelaku UMKM yang bisa menjadi target penyaluran KUR,” paparnya.

Belajar dari Malaysia

Lebih lanjut, ia menyoroti kebijakan pemerintah Malaysia dalam mendukung UMKM dengan bunga pinjaman di bawah 3 persen serta pembebasan pajak selama masa pembayaran pinjaman. Jika usaha tersebut berhasil berkembang, pinjaman dan bunganya akan dihentikan, dan pelaku usaha hanya diwajibkan membayar pajak sebagai gantinya.

“Cara seperti ini bisa diterapkan dalam skema KUR. Anggaran KUR berasal dari APBN, yang merupakan dana rakyat, sehingga harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Bunga pinjaman tidak boleh digunakan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk membiayai pendampingan dan pembinaan pelaku usaha kecil oleh Kementerian UMKM,” jelasnya.

Peran UMKM dalam Pertumbuhan Ekonomi

Bambang Haryo menekankan bahwa UMKM merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yakni sebesar 60 persen, serta menyerap tenaga kerja hingga 97 persen. Oleh karena itu, ia berharap Kementerian Keuangan dapat mempertimbangkan alokasi anggaran yang cukup bagi Kementerian UMKM untuk membina dan mengawasi 67 juta UMKM di Indonesia.

“Jika UMKM berkembang, maka mereka berpotensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai target 8 persen yang diharapkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto,” pungkasnya.