SURABAYA – Konflik internal di tubuh PT. Conblock Indonesia Persada memasuki babak baru. Muhammad Ali, salah satu mantan karyawan perusahaan tersebut, resmi mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Gugatan ini terkait sengketa kepemilikan senjata api serta dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) oleh sejumlah pimpinan perusahaan.

Gugatan teregister dengan nomor perkara 383/Pdt.G/2025/PN.Sby, dengan Tergugat I Erwin Suhariono selaku Direktur, Tergugat II Justini Hudaja selaku Direktur Utama, Tergugat III Dra. Lidawati sebagai HRGA & Legal Manager, Tergugat IV Nining Dwi Astuti sebagai Kepala Bagian Keuangan, serta entitas perusahaan PT. Conblock Indonesia Persada sebagai Tergugat V, dan Seorang bernama Sukirya juga turut digugat sebagai Turut Tergugat.

Senjata Api Jadi Pokok Sengketa

Muhammad Ali, melalui kuasa hukumnya Ir. Andi Darti, SH., MH, menyatakan bahwa pokok perkara adalah klaim sepihak dari pihak perusahaan terhadap kepemilikan senjata api pribadi milik kliennya. Senjata api tersebut disebutkan merupakan jenis pistol Glock 43 kaliber 32, dengan nomor pabrik AGUG 361, yang dimiliki secara sah berdasarkan Surat Izin Khusus Senjata Api (SIKSA) dari Kepolisian Daerah Jawa Timur.

“Senjata itu dibeli langsung oleh klien kami dari PT. Kharismamas Indoputra, dengan dokumen lengkap dan sesuai ketentuan hukum, termasuk Izin Kepemilikan Senjata Api (IKSA) yang masih berlaku hingga Maret 2026,” terang Andi Darti, Kamis (12/6/2025) di PN Surabaya.

Klaim Sepihak dan Laporan Polisi

Dalam gugatannya, Muhammad Ali menegaskan bahwa klaim dari pihak perusahaan tidak memiliki dasar hukum. Ia menolak tuduhan yang menyebut senjata tersebut adalah bagian dari inventaris perusahaan. Bahkan, ia menilai laporan polisi LP/B/198/II/2025/SPKT/Polda Jawa Timur tertanggal 6 Februari 2025 uang dilayangkan oleh Tergugat I ke Polda Jawa Timur adalah bentuk intimidasi.

“Laporan tersebut prematur dan sarat motif tekanan. Tidak ada bukti tertulis yang sah yang menunjukkan senjata itu milik perusahaan,” tambah Andi.

Dalam proses klarifikasi di Polrestabes Surabaya, kuasa hukum juga menyebutkan bahwa kedudukan hukum Tergugat I selaku pelapor dipertanyakan karena tidak terbukti sebagai direktur pada saat pelaporan dilakukan.

“Klien saya sudah sampaikan silahkan diurus perijinannya ke Polda Jatim, kalau memang sudah selesai nanti akan saya dihibahkan. Setelah itu klien saya dengan itikad baik menyerahkan Senpi ke Polda Jatim. Kita juga sudah bersurat ke Polrestabes Surabaya untuk hibahkan,” lanjut Andi.

Hubungan Pribadi dan Dugaan Manipulasi Fakta

Tergugat II, Justini Hudaja, menurut gugatan, memiliki hubungan pribadi dengan Muhammad Ali dan disebut sebagai pihak yang awalnya berinisiatif meminta penggugat untuk mengawal dirinya dan adiknya, Harjanti Hudaja, dengan memberikan fasilitas senjata api, yang kemudian dibeli atas nama pribadi Muhammad Ali.

Namun, Justini diduga mengklaim kepemilikan senjata api tersebut tanpa dasar hukum sah, di antaranya dengan bukti percakapan digital yang dikutip dalam gugatan, seperti pernyataan “nampang-nampang pakai senjata gue”.

“Atas tuduhan palsu ini, nanti kita akan laporkan juga ke polisi,” tambah Andi sambil memperlihatkan foto saat  Muhammad Ali melakukan pengawalan terhadap Justini Hudaja dan Harjanti Hudaya ke luar negeri.

Jadi Harjanti Hudaja ini menghindar dari status tersangka pidana, dengan membuat pengampuan di PN. Surabaya,” imbuh Andi.

Ini Harjanti Hudaja jalan-jalan ke luar negeri sama saya. Mana ada gila. Ini jalan-jalan ke Malaysia ketawa-ketawa, mana ada gila,” tambah Muhammad Ali.

Somasi, Transfer Fiktif, dan Perbuatan Melawan Hukum

Tergugat III disebut mengirimkan somasi agar senjata dikembalikan ke perusahaan, sedangkan Tergugat IV dalam pemeriksaan kepolisian mengklaim telah mentransfer dana sebesar Rp.320 juta ke Muhammad Ali. Namun setelah diverifikasi, dana tersebut dikirim atas nama Sukirya, yang menjadi dasar penggugat menyebut adanya dugaan manipulasi bukti dan pemberian keterangan tidak benar.

Penggugat menuntut agar seluruh tindakan Para Tergugat dinyatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum sesuai Pasal 1365 KUH Perdata. Ia juga menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp.150 juta, serta kerugian imateriil total Rp.950 juta yang mencakup tekanan psikologis, pencemaran nama baik, hingga dampak kehidupan akibat proses hukum.

Tuntutan Hukum Penggugat

Dalam petitumnya, Muhammad Ali meminta majelis hakim untuk menyatakan dirinya sebagai pemilik sah senjata api yang disengketakan, menyatakan tindakan Para Tergugat sebagai perbuatan melawan hukum, menyatakan laporan polisi serta kesaksian Para Tergugat tidak sah dan tanpa dasar hukum, menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng sebesar Rp.1,1 miliar secara tunai dan sekaligus.

Perkara ini kini telah memasuki tahapan pembacaan gugatan di PN Surabaya. “Kami berharap pengadilan dapat memutus perkara ini dengan mempertimbangkan seluruh bukti sah yang kami ajukan,” tutup Andi.

Hingga berita ini diturunkan, pihak PT. Conblock Indonesia Persada belum memberikan keterangan resmi terkait gugatan tersebut. Upaya konfirmasi kepada pihak tergugat masih terus diupayakan. (firman)