Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, menyampaikan rasa duka dan keprihatinannya atas insiden kecelakaan kapal motor penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya yang terjadi di selat Bali dan menelan korban jiwa pada, Kamis (3/7) dini hari.

Pasalnya, sehari sebelum kejadian. Pemilik sapaan akrab BHS baru saja hadir di pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Selasa (1/7) . Ia telah menekankan kepada KSOP, ASDP dan semua perusahaan pelayaran yang hadir pada saat itu maupun instansi lain untuk menjaga kondisi angkutan penyeberangan di lintas ketapang-gilimanuk.

Sebagaimana yang Ia sampaikan. Pertama, kecukupan kapasitas angkut, keselamatan, keamanan dan kenyamanan pelayaran dan proteksi daripada kapal-kapal ini bila terjadi emergency coastguard harus siap yang saat ini sesuai UU Pelayaran no 17 tahun 2008 diubah dengan UU Nomor 66 Tahun 2024 yang ditugaskan adalah KPLP.

Hanya saja, kata alumni Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini, turunan payung hukum Peraturan Pemerintah nya (PP) belum direalisasikan hingga saat ini sehingga perlu adanya ketegasan tugas KPLP dan penguatannya dari sisi infrastruktur maupun SDM-nya agar jaminan keselamatan pelayaran akan lebih maksimal.

“Saya juga menekankan bahwa saat mereka akan berlayar harus dipastikan dari sisi kelaikan kondisi kapal itu sendiri maupun kondisi kapal setelah dimuati muatan karena sering terjadi muatan truk itu overload yang tidak diketahui oleh nahkoda” Ujar BHS, Juamt (04/07).

Saat pertemuan itu, BHS meminta bahwa yang dimuat di ketapang gilimanuk harus ZERO ODOL karena saat ini musim gelombang laut, cuaca buruk sehingga diharapkan muatan kapal tidak overload akibat truk ODOL.

“Di saat terjadinya kecelakaan KMP Tunu saat itu kondisi kendaraan di waktu peak atau waktu puncak muatan dari pelabuhan ketapang banyuwangi adalah dari jam 21.00 sampai dengan pukul 02.00 maka disitu lah semua komponen keselamatan dan keamanan harus siap siaga di lokasi” Tegas BHS

Komponen penyelamat, sambung BHS, harus sudah siap disaat peak time atau waktu puncak daripada muatan. Dan respon time juga harus terukur jangan sampai tidak terukur bahkan baru hadir 3 sampai 4 jam setelah kejadian.

“Tentu, Ini sangat berbahaya di lautan yang arusnya kuat seperti diblintasan ketapang gilimanuk. Bila terjadi kecelakaan penumpangnya bisa terpencar tidak terdeteksi. Maka dari itu perlu dibuat standarisasi respon time yg tidak boleh lebih dari 15 menit. Maka dari itu, pangkalan dari coast guard KPLP maupun pangkalan Basarnas harus dekat dengan kepadatan lalu lintas angkutan laut atau penyeberangan ini” Tukas BHS

Menurut Kapoksi Komisi VII DPR-RI ini, perlunya data muatan truk yang akan menggunakan transportasi penyeberangan harus akurat berdasarkan penimbangan truk di jembatan timbang. Tetapi data berat muatan kendaraan truk tidak diberikan kepada operator kapal penyeberangan karena banyak jembatan timbang yang belum aktif dioperasikan di Jawa Timur dan bahkan jembatan timbang di terminal penyeberangan juga tidak difungsikan.

Padahal, lanjut BHS, kapal mempunyai satu keterbatasan kemampuan daya apung untuk menahan berat muatan kendaraan terutama truk tronton dan truk besar apalagi muatan truk tsb overload overdimensi. Ini bisa mengakibatkan kehabisan daya apung (displacement kapal) atau bahkan terjadi unstability atau stabilitas negatif akibat beban terlalu berat diatas truk. Ini bisa mengakibatkan kapal terbalik dan ini sering terjadi di lintasan Ketapang Gilimanuk pada kapal-kapal yang beroperasi di dermaga LCM yang khusus mengangkut muatan berat, seperti kejadian kecelakaan 5 kapal sebelumnya yang tenggelam di sekitar dermaga LCM.

Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra ini menambahkan, Bali sangat identik dengan pariwisata, ini bisa menjadikan citra buruk bagi dunia pariwisata kita karena sarana infrastruktur transportasi pendukungnya dianggap tidak aman dan kurang bisa menjamin keselamatan. Diharapkan muatan truk di saat musim gelombang tinggi ini harus Zero Odol dan jembatan-jembatan timbang di sekitar pelabuhan penyeberangan harus bisa difungsikan.

Saya juga mengapresiasi kinerja dari Coastguard KPLP yang hadir di lokasi tidak lebih dari 20 menit setelah kejadian juga Basarnas yang hadir beberapa menit setelah KPLP. Tetapi sangat disayangkan, yang banyak menyelamatkan penumpang adalah nelayan. Sehingga, perlu adanya peningkatan kemampuan sumber daya manusia di coast guar dan basarnas.

Diharapkan, instansi pengamanan dan penyelamatan baik KPLP, Basarnas serta Bakamla dan Polair bisa bekerjasama maksimal untuk menemukan korban-korban dari kapal tersebut. Dan pemerintah bisa menyiapkan ruang tunggu crisis management center yang memberikan data informasi untuk para korban dan keluarganya yang bisa diakses 24 jam serta menyiapkan ruang medis yang dibutuhkan untuk para korban dan keluarganya dan juga ruang psikologi utk pendampingan pemulihan dari trauma (trauma healing) dan diharapkan KNKT dan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) segera melakukan penyidikan dan penyelidikan agar tidak terjadi lagi kejadian kecelakaan laut tersebut.

Sebagai informasi, muatan KMP Tunu Pratama Jaya bermuatan penuh 8 tronton sebagian isi semen dan muatan berat, 3 truk besar isi, 3 truk sedang isi, 4 pick-up isi barang, 4 kendaraan kecil dan sepeda motor.