SURABAYA – Sidang putusan kasus perusakan dua unit mobil yang melibatkan pasangan suami istri (pasutri) Jan Hwa Diana dan Handy Soenaryo diwarnai ketegangan. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis 6 bulan penjara terhadap kedua terdakwa, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman 8 bulan penjara.

Putusan ini langsung disambut protes keras dari korban, Yanto, yang hadir dalam persidangan. Ia menilai putusan tersebut tidak adil karena hingga kini belum menerima ganti rugi atas kerusakan mobil miliknya.

“Saya sebagai korban perusakan belum mendapatkan ganti kerugian,” seru Yanto usai putusan dibacakan di ruang sidang Sari 2, PN Surabaya, Senin (29/9/2025).

Ketua Majelis Hakim Safruddin menyatakan bahwa Jan Hwa Diana dan Handy Soenaryo terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perusakan barang milik orang lain secara bersama-sama.

“Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa berupa pidana penjara masing-masing selama 6 bulan, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani,” ucap Hakim Safruddin.

Namun, hakim Safruddin juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan hukuman, di antaranya adanya perdamaian dengan sebagian korban, serta kondisi keluarga terdakwa yang memiliki enam orang anak yang masih kecil-kecil dan para terdakwa telah bersikap kooperatif selama persidangan.

Menanggapi protes dari korban Yanto, Hakim Safruddin menyarankan agar ia menempuh jalur hukum perdata untuk menuntut ganti rugi.

“Silakan Bapak ajukan gugatan ganti rugi,” tambah hakim Sarifuddin.

Di sisi lain, kuasa hukum para terdakwa, Elok Kadja, menyatakan keberatan atas vonis tersebut dan menyatakan akan mengajukan banding.

“Kami menilai dengan kondisi sosial klien kami, termasuk keberadaan enam anak yang membutuhkan pengasuhan, serta sikap sopan terdakwa selama sidang, vonis 6 bulan ini terlalu berat,” kata Elok kepada awak media usai persidangan.

Menurut Elok, terdakwa telah mengganti kerugian kepada salah satu korban, Hironimus Toqu. Sementara dua korban lainnya, Paul dan Yanto, telah memberikan maaf secara terbuka di persidangan, meskipun belum seluruhnya mendapat kompensasi.

“Dari pihak Ibu Diana juga siap memperbaiki mobil milik Pak Yanto agar bisa digunakan kembali. Tapi untuk kerugian immateriil yang diminta, karena nilainya cukup fantastis,  klien kami belum mampu memenuhinya,” jelas Elok.

Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya pernah menawarkan ganti rugi senilai Rp200 juta dalam proses restorative justice, namun ditolak oleh korban.

Perkara ini bermula dari proyek pembuatan kanopi motorized retractable roof yang dipesan Handy Soenaryo kepada Paul Stephanus pada 8 Agustus 2023. Meski pengerjaan telah mencapai 75 persen, Handy membatalkan kontrak secara sepihak pada 29 Oktober 2024 dan menuntut pengembalian penuh uang muka sebesar Rp205 juta.

Puncak konflik terjadi pada 23 November 2024, ketika Paul bersama dua saksi, Hironimus dan Yanto, mendatangi lokasi proyek untuk mengambil peralatan kerja. Perselisihan berujung pada perusakan dua unit mobil milik mereka. Terdakwa bahkan melepas velg dan ban mobil, meninggalkan ganjalan bata ringan, serta merusak ban dengan gerinda. (firman)