Ponorogo – Nama Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, tengah menjadi perhatian publik setelah keterlibatannya dalam sejumlah dinamika pemerintahan di daerah. Namun, di balik sorotan itu, Sugiri merupakan figur yang meniti jalan panjang dari keluarga sederhana hingga menduduki kursi kepala daerah.
Sugiri Sancoko lahir pada 26 Februari 1971 di Desa Gelang Kulon, Kecamatan Sampung, Ponorogo. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga petani. Pengalaman hidup di desa menjadi fondasi pembentukan karakter yang ia sering sebut sebagai “semangat ngampungi lan ngayomi,” atau semangat merangkul dan melindungi masyarakat.
Pendidikan dasar Sugiri ditempuh di SD Negeri Gelang Kulon, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Badegan hingga menamatkan SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo. Setelah aktif bekerja dan terlibat dalam aktivitas sosial, ia melanjutkan pendidikan tinggi di bidang ekonomi pada Universitas Tritunggal Surabaya, dan kemudian mengambil Magister Manajemen di Universitas Dr. Soetomo Surabaya.
Sebelum terjun ke dunia politik, Sugiri dikenal aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat, termasuk pemberdayaan ekonomi lokal dan organisasi pemuda. Aktivitas itulah yang mengantarkannya semakin dekat dengan panggung politik daerah.
Karier Politik dan Pemilihan Kepala Daerah
Karier politik Sugiri mulai dikenal publik ketika ia terpilih sebagai anggota DPRD Jawa Timur periode 2009–2014. Pada saat itu, ia tampil sebagai politisi muda yang cukup vokal dalam isu-isu pelayanan publik.
Pada Pilkada Ponorogo 2015, Sugiri pertama kali maju sebagai calon bupati meski belum berhasil. Namun ia kembali mencoba pada Pilkada 2020 dengan menggandeng Lisdyarita sebagai calon wakil bupati. Pasangan ini menang dan dilantik pada 26 Februari 2021.
Selama menjabat, Sugiri menggagas sejumlah program yang menonjolkan kebudayaan lokal, termasuk upaya penguatan ikon Reog Ponorogo, festival kesenian daerah, serta peningkatan pariwisata berbasis sejarah dan alam.
Di pemerintahan, Sugiri dikenal dengan gaya komunikasi langsung ke masyarakat. Ia sering turun ke lapangan untuk bertemu warga, khususnya di desa-desa terpencil, guna menyerap keluhan dan kebutuhan pelayanan publik.
Sejumlah pembangunan infrastruktur dasar seperti perbaikan jalan penghubung desa, fasilitas kesehatan, dan layanan pendidikan menjadi fokus prioritas pada masa kepemimpinannya.
Sugiri menikah dengan Susilowati dan dikaruniai tiga orang anak. Dalam berbagai kesempatan, ia menyebut keluarga sebagai pendukung utama perjalanan kariernya.
Sebagai putra daerah, Sugiri dikenal dekat dengan para pelaku seni tradisional, komunitas pesantren, dan tokoh-tokoh lokal. Ia sering mendorong pelestarian kesenian Reog sebagai identitas budaya Ponorogo yang memiliki nilai sejarah dan filosofi yang kuat.
