SURABAYA – Kejaksaan Negeri Tanjung Perak kembali melanjutkan sidang tertutup perkara dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa Liem Tjie Sen alias Sentosa Liem di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (17/12/2025).
Sidang kali ini menghadirkan dua saksi dari oleh jaksa, namun kesaksian keduanya langsung dipatahkan oleh kubu pembela sebagai saksi yang lemah secara pembuktian.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Renanda Kusumastuti menghadirkan Rizkia Febrianti, teman korban, serta Sriati, resepsionis Hotel Mini Pantai Ria Surabaya. Keduanya dihadirkan untuk menguatkan dakwaan pelanggaran Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) atas dugaan peristiwa yang terjadi sepanjang 2024.
Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Dr. Johan Widjaja, SH, MH, secara tegas menyebut keterangan kedua saksi tidak memiliki nilai pembuktian yang kuat karena tidak melihat atau mendengar langsung peristiwa yang didakwakan.
Menurut Dr. Johan, saksi Rizkia hanya mengetahui cerita dugaan pemerkosaan dari korban EP ketika bertemu dengan pelapor. Dalam kesaksiannya, Rizkia mengaku diperkenalkan korban kepada terdakwa sebagai pacarnya dan mendengar pengakuan korban telah “kotor” karena disebut telah diperkosa berulang kali, pertama di dalam mobil dan selanjutnya di hotel.
“Masalahnya, saksi ini tidak pernah bertemu langsung dengan terdakwa. Semua keterangannya hanya berdasarkan cerita korban. Itu testimonium de auditu, bukan fakta yang dilihat atau didengar sendiri,” ujar Dr. Johan.
Dr. Johan bahkan menyoroti inkonsistensi keyakinan saksi Rizkia saat dicecar kuasa hukum terdakwa. Awalnya saksi mengaku 100 persen percaya, namun setelah didalami mengenai logika peristiwa dugaan pemerkosaan di dalam mobil, keyakinan saksi disebut mulai goyah.
“Saksi akhirnya tidak bisa memastikan. Persentase keyakinannya turun dan mengambang. Ini menunjukkan keterangannya tidak konsisten,” tegasnya.
Sementara itu, terhadap saksi Sriati, resepsionis hotel, Dr. Johan sebagai pembela juga menyebut kesaksiannya tidak menguatkan dakwaan. Sriati hanya memastikan bahwa terdakwa tercatat check-in pada 15 Mei 2024 menggunakan KTP, namun tidak mengetahui dengan siapa terdakwa masuk ke kamar.
“Saksi tidak tahu apakah terdakwa bersama korban. Tidak mendengar teriakan minta tolong, tidak ada keributan, tidak ada laporan perkosaan. Jadi apa yang mau dikuatkan?” kata Dr. Johan.
Dr. Johan bahkan mempertanyakan logika terjadinya pemerkosaan jika tidak ada tanda-tanda kegaduhan di area hotel. Menurutnya, keterangan saksi justru membuka ruang tafsir bahwa hubungan yang terjadi bersifat suka sama suka.
Lebih jauh, Dr.Johan juga menyerang narasi korban terkait dugaan pemerkosaan di dalam mobil. Ia menyebut cerita penggunaan jari dan penis terdakwa tidak masuk akal secara logika, serta menyinggung latar belakang hubungan asmara korban sebelumnya.
“Korban sudah beberapa kali berpacaran dalam waktu lama dan posisi Terdakwa ini adalah pacar yang terakhir. Jangan-jangan dia sudah jebol duluan sama mantan sebelumnya,” pungkas Dr. Johan Widjaja.
Diketahui, dalam surat dakwaan disebutkan, korban EP dan terdakwa berkenalan melalui aplikasi pencarian jodoh pada 19 Februari 2024, lalu menjalin hubungan pribadi. Dugaan kekerasan seksual disebut bermula di area Pantai Ria Kenjeran, berlanjut di hotel, hingga area parkir RS Mitra Keluarga Sidoarjo. (firman)
