Pasuruan – Anggota DPR RI, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono, secara resmi membuka kegiatan Diseminasi Strategi dan Komunikasi Pemasaran Pariwisata Melalui Media Digital yang digelar bersama Kementerian Pariwisata, Jumat (25/4), di Inna Tretes Hotel, Pasuruan. Acara tersebut dihadiri oleh konstituen dari daerah pemilihannya dan pelaku sektor pariwisata
Dalam sambutannya, Bambang Haryo menyoroti perlunya Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi kepariwisataan nasional. Menurutnya, potensi pariwisata Indonesia sangat besar, namun belum dimaksimalkan secara optimal.
“Kita punya segalanya—gunung, laut dan dengan lebih dari 1.300 suku dan ratusan kerajaan yang memiliki warisan budaya tinggi. Namun jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia masih di angka 10 hingga 13 juta per tahun,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, ia menyebut negara seperti Armenia, yang hanya memiliki sumber air mirip “Banyu Biru”, mampu menarik hingga 17 juta wisatawan per tahun. Begitu juga Thailand, yang dengan empat kelompok budaya dan satu ikon wisata seperti Pantai Pattaya, berhasil menarik hingga 35 juta turis asing setiap tahunnya.
“Padahal Thailand tidak punya kekayaan alam dan budaya sebanyak kita. Mereka tidak punya gunung sebanyak kita, tidak punya blue fire seperti di Ijen, bahkan tidak memiliki arung jeram karena minimnya pegunungan,” jelasnya.
Menurut pemilik sapaan akrab BHS, Indonesia memiliki daya tarik luar biasa seperti Gunung Bromo, Blue Fire Kawah Ijen, hingga air terjun dan wisata arung jeram yang tersebar di berbagai daerah. Namun, jumlah wisatawan asing ke destinasi-destinasi unggulan tersebut masih tergolong rendah. Ia mencontohkan Kawah Ijen yang hanya dikunjungi kurang dari 100 ribu wisatawan per tahun.
“Candi Borobudur saja hanya menarik sekitar 168 ribu wisatawan asing per tahun. Padahal di negara lain seperti Denmark, patung Little Mermaid dikunjungi hingga 1,5 juta turis per tahun,” ujarnya.
Kapoksi Komisi VII DPR-RI ini juga menyoroti masalah konektivitas, fasilitas wisata, serta tingginya biaya transportasi yang membebani wisatawan Seperti sewa jeep di Gunung Bromo yang bisa mencapai Rp600 ribu.
“Wisatawan sangat sensitif terhadap harga. Kalau semuanya mahal, mereka akan pikir-pikir. Akhirnya kita hanya mengandalkan wisatawan domestik, yang daya belinya masih kuat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bambang mengajak pemerintah untuk serius mengelola pariwisata sebagai sektor penghasil devisa utama. Ia menyebut, dari 10 juta wisatawan asing saja, Indonesia mampu menghasilkan devisa sebesar USD 15 miliar atau sekitar Rp300 triliun per tahun. Jika pengelolaan diperbaiki dan kunjungan meningkat seperti negara-negara maju, potensi pendapatan dari pariwisata bisa melampaui Rp18.000 triliun.
“Kalau Prancis bisa menarik 200 juta turis dengan masa tinggal seminggu, mengapa kita tidak bisa?Mereka hanya jualan mesuem dan budaya. Sedangkan, kita di Indonesia lokasi wisatanya paling lengkap . Yang kita butuhkan adalah manajemen dan anggaran yang serius,” tegasnya.
Bambang juga mendorong agar budaya lokal, seperti ritual kejawen, turut dipromosikan sebagai daya tarik wisata, seraya mencontohkan Jepang yang mengandalkan budaya dan sejarah di Kyoto.
Ia mengakhiri sambutannya dengan harapan agar kegiatan diseminasi ini menjadi langkah awal membangun strategi pariwisata nasional yang lebih kuat, terintegrasi, dan berdampak besar terhadap perekonomian nasional.