SURABAYA – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang baru, Dr. Kuntadi, menunjukkan langkah tegas dalam penegakan hukum. Belum genap sebulan menjabat, Kuntadi langsung menginstruksikan penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proses akuisisi saham PT Semen Indogreen Sentosa (PT SIS) oleh anak perusahaan BUMN, PT Hakaaston (HKA), yang kini telah berganti nama menjadi PT Hakaaston SIS (HK SIS).

Penyelidikan dimulai dengan pemanggilan pihak-pihak internal dari PT Hutama Karya dan PT Hakaaston pada Selasa pagi, 24 Juni 2025. Tiga kendaraan membawa rombongan perusahaan pelat merah itu tiba di kantor Kejati Jatim sejak pukul 08.00 WIB dan belum tampak keluar hingga lewat tengah hari pukul 16.00 WIB.

“Iya, ada tiga rombongan mobil. Tiga perempuan dan beberapa laki-laki. Mereka mengaku dari PT Hutama Karya,” kata Arif, salah satu petugas keamanan Kejati Jatim.

Kepala Seksi C Intelijen Kejati Jatim, Kusbiantoro, membenarkan bahwa pihaknya sudah membuka penyelidikan. Namun, ia menegaskan bahwa proses saat ini masih berada pada tahap pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan data (puldata).

“Masih melakukan pulbaket dan puldata, dan belum bisa diekspos ke publik,” ujarnya kepada wartawan.

Kasus ini bermula dari akuisisi sebesar 85% saham PT SIS oleh PT Hakaaston pada tahun 2020, dengan estimasi nilai sekitar Rp 200 miliar. Setelah akuisisi, perusahaan yang sebelumnya bergerak di bidang semen dan properti ini berubah nama menjadi PT Hakaaston SIS (HK SIS) dan resmi masuk dalam portofolio usaha PT Hakaaston, anak perusahaan dari PT Hutama Karya (Persero).

Namun, belakangan diketahui ada indikasi kejanggalan dalam penilaian salah satu aset utama PT SIS, yaitu sebidang tanah kosong seluas 17.000 meter persegi yang terletak di Desa Lebani Waras, Gresik.

Tanah tersebut dicatat dalam laporan keuangan senilai Rp.65 miliar, padahal estimasi harga pasarnya saat itu hanya sekitar Rp.21,25 miliar,engacu pada nilai Rp 1.250.000 per meter persegi. Selisih sebesar Rp.43,75 miliar inilah yang kini disorot sebagai dugaan penggelembungan nilai aset (mark-up) untuk membenarkan nilai akuisisi.

Fakta lain yang menguatkan dugaan penyimpangan adalah tidak digunakannya tanah tersebut dalam operasional perusahaan. Tanah berukuran panjang 350 meter dan lebar 50 meter itu dinilai tidak layak untuk dijadikan fasilitas produksi atau logistik, karena bentuknya yang tidak proporsional.

Pasca akuisisi, HK SIS sempat menawarkan tanah itu kembali ke PT SIS dengan harga Rp.50 miliar, namun tawaran tersebut ditolak oleh Direktur Utama PT SIS, SC, karena dianggap merugikan.

Dalam proses akuisisi, sejumlah nama pejabat penting di lingkungan PT Hakaaston disebut-sebut berperan, antara lain DS (Direktur Utama), MIZ (Direktur Keuangan & Human Capital), dan MAZ (Direktur Produksi). Ketiganya saat itu dianggap turut bertanggung jawab dalam proses validasi nilai aset dan pengambilan keputusan akuisisi. (firman)