Pasaman, – Warga Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman menemukan Peluru Meriam diduga sisa-sisa Perang Paderi yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol, Selasa (07/7/20).
“Peluru ditemukan oleh salah seorang keturunan Tuanku Imam Bonjol di kawasan halaman rumahnya, perkiraan beratnya mencapai dua ton,” kata salah seorang penggiat budaya Arbi Tanjung, yang mengetahui penemuan itu.
Menurut Arbi, benda bersejarah tersebut masih diamankan di kediaman salah seorang keturunan pahlawan nasional tersebut dan direncanakan akan diserahkan sebagai koleksi ke Museum Tuanku Imam Bonjol di Pasaman.
Ia menegaskan, sebagai antisipasi agar benda tersebut tidak dikuasai oleh para kolektor benda-benda antik, ia bersama sejumlah penggiat lainnya sedang menggalang dana yang akan diserahkan kepada pihak penemu benda itu.
“Kami menargetkan nilai yang terkumpul bisa mencapai minimal Rp2,5 juta sebagai pengganti uang lelah, sehingga benda-benda itu tetap aman dan bisa dijadikan salah satu koleksi di museum,” ungkap Arbi Tanjung.
Baca juga: Dirbinmas Polda Sumbar Cek Lahan Jagung untuk Ketahanan Pangan
Polsek Sikakap Tetapkan WNA Tersangka Penganiayaan Anak
Ormas Islam dan LKAAM Pasaman Tolak RUU HIP
Salah seorang penggiat lainnya, Rika Fitriani, meminta semua pihak terkait bisa bersuara sama dalam menjaga situs sejarah dan penemuan sisa-sisa Perang Paderi itu agar bisa menjadi pengingat dan media pembelajaran bagi generasi penerus bangsa.
Menurut Rika Fitriani, sebagai Ranah Pahlawan Nasional, kawasan Bonjol yang menjadi pusat pertahanan Tuanku Imam Bonjol saat memimpin peperangan melawan penjajah Belanda, hampir tidak terekspose dan nyaris luput dari perhatian.
Senada disampaikan penggiat budaya lainnya, Mulyadi Putra. Menurutnya, sejauh ini perhatian pihak pemerintah daerah setempat belum menjadikan upaya pemeliharaan situs-situs bersejarah sebagai program kerjanya.
“Perang Paderi bukanlah peristiwa biasa melainkan sebuah untaian permata yang menjadi saksi bagaimana kegigihan para pendiri negara ini membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan,” tegas Mulyadi.
Sebagai anak bangsa, ia beserta komunitas penggiat lainnya merasa terpanggil untuk turut serta menyelamatkan situs sejarah dan budaya yang tersebar cukup banyak di daerah itu.
“Kami satukan apa yang kami bisa lakukan, yang penting aset sejarah itu bisa diselamatkan,” tukasnya.
Diketahui, Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia, pada 1772.
Tuanku Imam Bonjol wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotta, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864. Ia merupakan salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838.
(Darlin/Lensa)
Tinggalkan Balasan