NGAWI – Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Ngawi, Jawa Timur menggagas program pariwisata bertajuk ‘Kangen Piknik Ning Ngawi’. Acara ini dikemas dalam pertunjukan musik secara virtual dan ditayangkan dalam kanal Youtube Pariwisata Ngawi, Sabtu pekan lalu.

Kendati tidak menghadirkan artis atau musisi papan atas, namun Konser Virtual Kangen Piknik Ning Ngawi konon menyedot anggaran negara lumayan fantastis. Data yang tersebar ke publik, anggarannya mencapai Rp 150 jutaan.

Kepala Dinas Disparpora Ngawi, Raden Rudi Sulisdiana ketika dikonfirmasi wartawan memilih bungkam. Beberapa kali dihubungi melalui pesan singkat, Rudi tetap tetap cuek.

Terpisah, Analis politik dan kebijakan publik Adib Miftahul menilai Program Kangen Piknik Ning Ngawi tidak tepat diselenggarakan ketika pandemi Covid-19 masih mewabah di negeri ini.

Terlebih Kabupaten Ngawi masih berstatus PPKM Level 3 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, Level 3, dan Level 2 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.

Menurut Adib, Disparpora Ngawi tidak paham skala prioritas anggaran. “Saya pikir Pemda Ngawi (Disparpora) ini kurang tahu masalah skala prioritas, harusnya nggak perlu keluarin dana banyak untuk promosi pariwisata. Apalagi di saat seperti ini (pandemi),” tegasnya melalui sambungan telepon, Minggu (17/10/2021).

Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) yang sekaligus Dosen Fisip UNIS ini menambahkan, masih banyak sisi lain yang lebih diprioritaskan.

“Saya kira pandemi ini jelas. Imbasnya pada kesehatan dan ekonomi. Saya justru setuju ketika ada pedagang kaki lima yang disupport. Entah pendanaan atau bantuan lain. Level 3 siapa yang mau berwisata?” ucapnya.

Terkait anggaran fantastis, Adib menegaskan bahwa anggaran negara harus dihemat. “Mengenai biaya, kan daerah juga masih dalam kesusahan, serupiah uang negara pun harus dihemat. Dibutuhkan solusi yang baik,” tandasnya.

Lebih dari itu, saat ini promosi melalui media sosial tidak butuh kocek besar atau malah cenderung gratis.

“Takutnya ada kongkalingkong. Aparat penegak harus bertindak. Rakyat masih susah makan, anggaran ya harus dihemat, harus ada skala prioritas anggaran diarahkan dimana,” pungkasnya.  [den]