Padang, – Temuan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Pemerintah Provinsi Sumatera Barat selama tahun 2021 dan 2022 telah menjadi perhatian serius. Permasalahan yang terungkap terkait bantuan Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) kepada kelompok tani menyoroti ketidaksempurnaan dalam pengelolaan dan penyaluran bantuan.
Dalam merespons hasil audit tersebut, Sekretaris Dinas PTPH Pemprov Sumbar, Ferdinal Asmin, mengonfirmasi bahwa semua rekomendasi BPK telah ditindaklanjuti.
“Semua saran yang disampaikan oleh BPK sudah kita tindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan kabupaten/kota. Sementara menyangkut kelebihan ongkos, sudah disetor ke kas daerah oleh penyedia,” kata Fedinal Asmin, Senin (21/8/23).
Sebagaimana diketahui dalam temuan BPK pada tahun 2021, Dinas PTPH Pemprov Sumbar dihadapkan pada beberapa masalah yang berkaitan dengan bantuan Alsintan dan benih/bibit perkebunan. Penerima bantuan Alsintan dan benih/bibit perkebunan sebesar Rp1.013.393.500,00 pada tidak sesuai persyaratan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2016.
BPK juga menyoroti bahwa alat pertanian besar seperti combine harvester yang seharusnya diperuntukkan bagi Kelompok HM ternyata tidak dikelola oleh kelompok tersebut. Selain itu, terdapat pembentukan kelompok LT tanpa melibatkan penyuluh, dan beberapa kelompok lainnya seperti PM, LWI, dan DEB tidak memiliki keberadaan yang jelas menurut penyuluh. Bahkan, terdapat kelompok yang tidak dibentuk melalui musyawarah kelompok.
Kemudian tahun 2022, BPK kembali menemukan masalah serius terkait dengan bantuan Alsintan di Dinas PTPH Pemprov Sumbar. Temuan mencakup persediaan untuk diserahkan kepada masyarakat berupa Alsintan prapanen dan pascapanen tidak tepat sasaran sebesar Rp212.270.500,00 dan kelebihan pembayaran atas ongkos kirim sebesar Rp382.534.026,00.
BPK mencatat bahwa penetapan calon penerima/calon lokasi (CP/CL) bantuan Alsintan prapanen dilaksanakan setelah penyaluran Alsintan kepada kelompok tani. Bantuan alsintan sebesar Rp212.270.500,00 belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan kelompok tani, serta fakta bahwa Alsintan pascapanen tidak dilengkapi dengan tanda grafis atau plat nama. Kelebihan pembayaran ongkos kirim Rp382.534.026,00 dalam tiga paket pengadaan Alsintan prapanen juga menjadi perhatian.
Temuan ini memiliki konsekuensi yang signifikan, bantuan alsintan dan benih/bibit perkebunan yang diserahkan kepada masyarakat Rp1.013.393.500,00 tidak tepat sasaran, penyalahgunaan bantuan combine harvester besar pada kelompok HM, bantuan traktor roda 4 berpotensi diserahkan kepada Kelompok DEB yang tidak berhak, tujuan alsintan untuk produktivitas tanaman pangan dan hortikultura di Sumatera Barat tidak tercapai.
Pengaruhnya semakin terasa pada bantuan Alsintan prapanen dan pascapanen yang diserahkan kepada kelompok tani minimal sebesar Rp212.270.500,00 tidak tepat sasaran dan sebesar Rp1.115.271.200,00 tidak dapat segera dimanfaatkan oleh kelompok tani. Bantuan alsintan pascapanen yang tidak diberi tanda grafis/plat nama berpotensi untuk dipindahtangankan kepada kelompok yang tidak berhak, kelebihan pembayaran atas ongkos kirim alsintan prapanen sebesar Rp382.534.026,00 turut menyumbang pada masalah ini.
BPK menegaskan bahwa permasalahan ini terjadi karena Kepala DTPHP Pemprov Sumbar selaku penanggung jawab kegiatan dan PA tidak optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya, KPA selaku PPK dan PPTK tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, tim teknis Dinas DTPHP Provinsi tidak menyampaikan juklak penetapan kriteria kelompok tani calon penerima bantuan kepada tim teknis kabupaten/kota untuk digunakan dalam verifikasi pelaksanaan CP/CL, dan KPA dan PPTK kegiatan pengadaan Alsintan prapanen tidak cermat dalam menyiapkan dokumen pembayaran dan belum mematuhi pelaksanaan anggaran dalam merealisasikan belanja barang melalui e-Purchasing.
