Kota Tegal – Kebakaran kapal nelayan di Pelabuhan Jongor, Kota Tegal Jawa Tengah pada senin (14/8) pekan lalu, menjadi kebakaran terparah dan terbesar di Indonesia. Dalam peristiwa itu, menghanguskan sebanyak 63 kapal nelayan dengan kerugian yang ditaksir sebesar Rp200 Milyar lebih.
Kebakaran itu membawa duka mendalam bagi Bambang Haryo Soekartono. Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur ini pada Senin (21/8) kemarin menyalurkan bantuan sosial bersama tim BHS Peduli.
Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini tak sendirian, ia mengajak PT DLU Holding yang dihadiri Dirut Erwin H. Poedjono dan seluruh Direksi PT. Dharma Lautan Utama dengan mengirimkan bantuan sembako lengkap 2 truk. Antara Lain : 4,5 Ton Beras, 800 kg Gula, 600 Liter Minyak Goreng, 300 Kg Telur, 1.200 kaleng susu kental manis, 150 Kaleng Biskuit, 50 Dus Kopi, 20 Dus Teh, Kacang Hijau, Kecap, Ratusan dus mie instan, Multivitamin serta bantuan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penyerahan Bansos diterima oleh Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah dan Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) yang juga sekaligus sebagai Ketua DPC Gerindra Kota Tegal, sekaligus dihadiri oleh Personil BNPB Pusat.
Bansos ini adalah merupakan yang pertama diterima oleh para nelayan dari Organisasi dan Instansi Swasta, sedangkan Instansi Pemerintah baru Pemerintah Kota Tegal yang sudah memberikan bansos sedangkan Pemerintah Provinsi masih dijanjikan setelah hadirnya Pak Gubernur Jawa Tengah tiga hari sebelumnya.
“Saya merasa sangat prihatin dan duka yang sangat mendalam atas kejadian kebakaran yang menghancurkan 63 kapal nelayan. ini adalah kejadian kebakaran yang sudah ke-3 kalinya dipelabuhan tersebut yang milik dan dikelola oleh Provinsi Jawa Tengah”Kata Bambang Haryo yang juga Anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI
Dilanjutkan pemilik sapaan akrab BHS, Seharusnya kapal yang sandar dipelabuhan, keselamatannya harus dijamin oleh pihak kepelabuhanan yang memberikan jaminan layanan minimum sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 8 tahun 2012. Dan diaturan tersebut pengelola pelabuhan harus menyediakan hydran dan alat pemadam yang cukup untuk menjamin pemadaman kapal – kapal yang sandar apabila terjadi kebakaran dipelabuhan tersebut.
“Saya juga sangat prihatin dengan kondisi pendangkalan pelabuhan karena perawatan normalisasi kedalaman belum dilakukan oleh pihak pengelola pelabuhan dari mulai diresmikannya pelabuhan tersebut. Sehingga pada saat terjadinya kebakaran satu kapal waktu itu, para nelayan tidak bisa menggerakkan kapalnya karena kandas akibat pendangkalan dan mengakibatkan api merambat ke semua kapal yang sandar di pelabuhan tersebut saat itu”Imbuh BHS
Alumni Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini berharap Pemerintah Pusat, Provinsi serta Daerah bisa mendukung pemulihan kondisi perikanan pasca kebakaran dengan membersihkan kolam pelabuhan dari bangkai – bangkai kapal tersebut, sekaligus membantu percepatan pembangunan kapal kapal yang rusak agar produksi dan perekonomian nelayan dapat kembali normal.
“Karena perikanan memberikan dampak multiplayer ekonomi yang demikian besar pada usaha mikro kecil dan menengah, maka sudah seharusnya keterlibatan pemerintah dan dunia perbankan harus segera direalisasikan di kasus tersebut” Tutup BHS.