SURABAYA – Eksekusi pengosongan tanah dan bangunan seluas 589 meter persegi di Jalan dr. Soetomo Nomor 55, Surabaya, yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis (19/6/2025), akhirnya berjalan tuntas meski sempat mendapat perlawanan dari massa yang menolak pelaksanaan eksekusi.
Objek eksekusi tersebut merupakan bagian dari perkara perdata antara pemohon eksekusi Handoko Wibisono melawan termohon Rudianto Santoso, yang rumahnya kemudian dikuasai oleh Tri Kumala Dewi.
Sejak pukul 07.30 WIB, ratusan orang dari organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) dan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berkumpul di lokasi guna menghadang proses eksekusi. Massa bahkan membuat barikade sejak dinihari. Namun, berkat pengamanan ketat dari aparat gabungan TNI-Polri, proses eksekusi yang sempat berlangsung panas tetap bisa diselesaikan sekitar pukul 11.00 WIB.

Aris Priyanto, kuasa hukum pemohon eksekusi, menyampaikan apresiasi kepada aparat penegak hukum dan semua pihak yang mendukung proses hukum. Ia menegaskan eksekusi ini sebagai bukti tegaknya kepastian hukum di Indonesia.
“Kita berterimakasih dengan pihak-pihak semuanya yang telah membantu, termasuk aparat keamanan yang sudah all out untuk memberikan kepastian hukum,” ujar Aris usai eksekusi.
Sementara itu, Iko Kurniawan, kuasa hukum Handoko Wibisono, menjelaskan bahwa kliennya adalah pemilik sah rumah tersebut berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 651 yang diterbitkan sejak 1969. Tanah tersebut awalnya berasal dari eigendom verponding Nomor 1300 tertanggal 21 Desember 1929.
“Perolehan hak atas tanah jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kami punya dokumen lengkap, termasuk 29 bukti sah, salah satunya bukti bahwa Tri Kumal Dewi hanyalah penyewa rumah tersebut,” jelas Iko.

Rumah itu telah berpindah tangan beberapa kali, terakhir dari Rudianto Santoso kepada Handoko Wibisono pada 11 November 2016. Namun, pada praktiknya, rumah tersebut masih dikuasai oleh Tri Kumala Dewi, yang mengaku meneruskan sewa dari orang tuanya.
Dalam pelaksanaan eksekusi ini, muncul pihak ketiga bernama Pudji Rahayu yang mengklaim sebagai pemilik rumah berdasarkan surat pengikatan jual beli tertanggal 8 Januari 2021. Ia telah mengajukan gugatan perlawanan eksekusi (No. 184/Pdt.Bth/2025/PN.Sby) serta gugatan perbuatan melawan hukum (No. 242/Pdt.G/2025/PN.Sby) terhadap Handoko Wibisono dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya I.
Dalam petitumnya, Pudji meminta pengadilan menyatakan dirinya sebagai pemilik sah dan menolak pelaksanaan eksekusi. Persoalan kepemilikan pun menjadi semakin kompleks karena terdapat perkara lain yang masih dalam proses kasasi (195/Pdt.G/2024/PN.Sby).
Menanggapi klaim kemenangan pihak lawan dalam Peninjauan Kembali (PK), Iko Kurniawan membantahnya. Ia menyebut tak ada satu pun amar putusan yang menyatakan Tri Kumala Dewi sebagai pemilik sah atas rumah tersebut.
Terkait tudingan yang beredar di media sosial menyebut kliennya sebagai mafia tanah atau mafia hukum, Iko memilih tidak menanggapi secara reaktif.
“Sudahlah, biar keadilan datang dengan sendirinya. Kita fokus pada data dan fakta hukum yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Iko juga menjelaskan bahwa proses pelepasan aset dari pihak TNI AL harus memenuhi sejumlah ketentuan administratif dan notariil. Ia menegaskan bahwa kepemilikan Handoko Wibisono telah melalui prosedur sah, dan pembelian properti harus dilakukan secara resmi serta dilaporkan kepada otoritas militer sesuai ketentuan yang berlaku. (firman)
