Bukittinggi, – Masih ingat beberapa bulan yang lalu Komisi lll DPRD Sumbar meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar melakukan audit terhadap pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi?. Permintaan itu untuk keterbukaan pengelolaan aset Pemprov Sumbar, terlebih kontribusi Novotel Bukittinggi kepada pemerintah daerah melalui pihak ketiga dianggap DPRD, terlalu rendah.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tertanggal 17 Mei 2023, selain mengungkap beberapa permasalahan yang menjadi temuan, juga menguraikan awal mula kerjasama Pemprov Sumbar dengan PT Grahamas Citrawisata (GMCW) dalam kerjasama pembangunan dan pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi melalui Mekanisme Bangun Guna Serah (BGS).
Tanah Hotel Novotel dikerjasamakan dengan PT GMCW berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor SK 028-296-1990 tanggal 19 Juni 1990. Perjanjian Kerjasama antara Pemprov Sumbar dengan PT GMCW disahkan oleh Notaris YT, SH dengan Nomor Akta 12.090/L/1990 tanggal 27 Agustus 1990.
Berdasarkan hasil reviu akta perjanjian awal Pemprov Sumatera Barat (Pihak I) dengan PT GMCW (Pihak II), terdapat beberapa klausul yang ditegaskan yaitu:
- Mengadakan kerjasama dalam membangun dan mengelola hotel bertaraf internasional berbintang 3.
- Kerjasama termaksud di dalam poin a untuk masa berlaku 30 tahun lamanya, terhitung sejak tanggal dioperasikannya/siap dipasarkan hotel tersebut. Selanjutnya, berdasarkan pasal 5 ayat (1) dan (2) diatur bahwa masa pekerjaan pembangunan adalah selama 2 (dua) tahun dan masa promosi dan percobaan adalah selama 2 (dua) tahun.
- Pada Pasal 7 dinyatakan bahwa Pihak Kedua membayar imbalan kerja berupa fixed lease sebesar Rp40.000.000,00 dengan eskalasi 10% setiap lima tahun, walaupun terdapat kerugian pada Pihak Kedua namun tidak akan mengurangi kewajiban Pihak Kedua untuk membayar imbalan kepada Pihak Pertama.
Perjanjian tersebut kemudian diadendum dengan menerbitkan Perjanjian Nomor 120-9/GSB-2010 dan Nomor 025/GO/IX/2010 tanggal 30 September 2010. Terdapat beberapa perubahan tentang bagi hasil pada Pasal 7 dan Pasal 12 tentang Badan Kontak Kerjasama yaitu:
- Keuntungan bersih perusahaan yang diperoleh melalui kerjasama, setelah diaudit oleh Akuntan Publik dibagi antar para pihak, masing-masing 20% untuk Pihak Pertama dan 80% untuk Pihak Kedua, atau minimal Pihak Pertama mendapat pendapatan tetap Rp200.000.000,00 setiap tahun buku.
- Penyetoran pendapatan tetap sebesar Rp200.000.000,00 sebagaimana dalam ayat (1) dilakukan apabila nilai nominal bagi hasil sebesar 20% untuk Pihak Pertama lebih kecil dari Rp200.000.000,00.
- Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan perjanjian kerjasama ini, kedua belah pihak sepakat membentuk Badan Kontak Kerjasama yang diketuai oleh Pihak Pertama, anggota dan wewenangnya akan diatur tersendiri oleh Pihak Pertama.
- Badan Kontak Kerjasama mengadakan rapat paling sedikit 1 kali dalam 6 (enam) bulan, guna mengawasi, memonitor, dan mengevaluasi pelaksanaan perjanjian kerjasama.
Selanjutnya berdasarkan hasil reviu terhadap perjanjian tersebut dilakukan Adendum Perjanjian Kedua Akta Nomor 17/LEG/NOT-A/II/2022, tanggal 15 Februari 2022, yang ditandatangani di hadapan Notaris A, SH, menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
- Perubahan tanggal berakhirnya perjanjian yakni menjadi tanggal 26 Agustus 2024.
- Keuntungan bersih perusahaan yang diperoleh melalui kerjasama setelah diaudit oleh Akuntan Publik dibagi 20 % untuk Pemprov Sumatera Barat dan 80% untuk PT GMCW atau minimal Rp300.000.000,00 harus diterima oleh Pemprov Sumatera Barat, apabila nominal sebesar 20% lebih kecil dari Rp300.000.000,00.
- Membentuk Badan Kontak Kerjasama dalam rangka pengawasan terhadap perjanjian kerjasama yang diketuai oleh Pihak Pemprov Sumatera Barat dengan keanggotaan yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat, Asisten Administrasi Umum Provinsi Sumatera Barat, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Barat, Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Barat, Komisaris Utama PT GMCW, Tbk, Direktur Utama PT GMCW, Tbk, dan General Manager Hotel Novotel Bukittingi.