Foto: Plang yang dipasang PT. Sarana Buana Handara (SBH) alias Bali Handara di atas lahan eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 44 yang disebutkan kadaluarsa. (Dok Deliknews)
Buleleng – Menurut Perbekel Desa Pancasari I Wayan Komiarsa mengatakan, pemasangan plang dilakukan PT. Sarana Buana Handara (SBH) alias Bali Handara di atas lahan eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 44 secara legal formal adalah ilegal atau tidak sah.
“Kalau secara legal formal, itu tidak sah sesuai pemahaman tiyang (saya). Kalau sudah habis (SHGB, red) itu kewenangannya bukan dengan tiyang rekomendasinya di pemerintahan daerah melalui Bupati dan BPN (Badan Pertanahan Nasional),” ungkap Perbekel Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, I Wayan Komiarsa kepada wartawan, Jumat (18/08/2023)
Menariknya, mesti SHGB No 44 diketahui sudah mati melewati fase peraturan perundangan dan tidak bisa diperpanjang lagi d ibalik lahan itu dikuasai belasan warga namun baru baru ini Perbekel Komiarsa tidak menapik telah memberikan tanda tangan dengan alasan perpanjangan hak kepada Bali Handara sehingga muncul plang di lokasi. Ia mengaku sebagai perbekel hanya bersifat mengetahui.
“Kan dari Bali Handara mengajukan, kita (perbekel, red) cuma mengetahui. Itu masalah SHGB, sepengetahuan dari dulu milik Bali Handara bukan milik siapa-siapa. Masalah kepemilikan Pertanahan itu jujur aja tiang kurang paham karena cuma mengetahui permohonan. Kalau memang itu sudah tidak boleh sesuai aturan dari BPN kembali lagi itu kewenangan BPN, tiyang tidak ada kewenangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Perbekel Desa Pancasari menyampaikan, siapa pun melakukan permohonan lahan (eks SHGB 44, red) pihaknya akan memfasilitasi sepanjang ada dasar yang jelas. Ia berharap, persoalan ini agar didudukkan sesuai haknya masing-masing dan sesuai perundang-undangan berlaku.
“Yang penting ada dasarnya. Siapa pun kita fasilitasi. Dasar permohonannya apa? Harapan saya persoalan ini didudukkan sesuai haknya masing-masing dan sesuai perundang-undangan yang berlaku,” tutup Perbekel Komiarsa.
Warga Sebut SHGB No 44 Ditelantarkan
Mencuatnya keresahan warga Desa Pancasari setelah PT. SBH atau Bali Handara mengklaim kembali lahan eks SHGB No 44 yang disebut-sebut telah ditelantarkan mengundang reaksi.
Sebelumnya, dihubungi wartawan I Gede Rena Purdiasa alias Renggo selaku Kelian Dusun Buyan Desa Pancasari membenarkan apa disampaikan warga, bahwasanya selama ini pihak PT. SBH telah menelantarkan lahan itu puluhan tahun.
“Cuma dipagar kawat. Sementara pemanfaatan lahan tidak ada. Ditinggalkan begitu saja. Ya ditelantarkan. Satu pun bangunan tidak ada. Apalagi bercocok tanam. Selama ini, warga yang tempati lahan itu tanam sayur di sana. Dan itu kenyataannya sepanjang kami tahu puluhan tahun,” terang I Gede Rena Purdiasa alias Renggo kepada wartawan, Selasa (15/08/2023)
Lebih lanjut dikatakan, lahan itu pun dikabarkan sebagai tempat pembuangan sampah dan juga dulu banyak anjing liar dibuang ke sana. “Dulu ada sampai warga meninggal karena digigit anjing rabies. Jika musim hujan sampah-sampah dibuang dari atas itu akan turun mengotori danau karena tidak diurus. Kalau sekarang kan sudah ditata warga yang tinggal di sana dan bekerjasama dengan Bumdes,” ungkapnya.
Renggo juga membenarkan ada beberapa warga tinggal di sana sudah berpuluh puluh tahun. Bahkan diungkapkan turun-temurun dari sang kakek. “Itu ada belasan warga di sana membangun rumah gubuk dan juga semi permanen. Setahu kami sudah lama sekitar 60 tahun. Sepertinya sebelum lahir SHGB No 44 sudah tinggal di sana,” jelas Renggo.
Ia menyampaikan, sebagai Kelian Dinas Dusun Buyan berharap, jika SHGB milik Bali Handara sudah tidak berlaku dan tidak ada hak lagi dengan lahan itu untuk segera mencabut plang.
“Saya juga kaget selaku kelian dusun tiba-tiba ada plang itu di lokasi dan tidak dikasi tahu pemasangan plang itu. Bahkan Pak Babin malah menghubungi tiang menanyakan, artinya beliau juga tidak tahu. Selama ini kami hidup berdampingan saling membutuhkan dan rukun. Kami berharap jika Bali Handara sudah tidak ada hak lagi untuk segera mencabut plang agar tidak menimbulkan pertanyaan baru, saling curiga dan ada kejelasan,” harap Renggo selaku Kelian Dusun Buyan Desa Pancasari.
SHGB No 44 Melewati Fase Tak Bisa Diperpanjang
Sebelumnya, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng, Agus Apriawan tidak menapik, pihak PT. SBH disebut sebut pernah mengajukan pembaruan hak bukan perpanjangan hak. Satu sisi lantaran dokumennya kurang, sehingga berkas permohonan itu dikembalikan.
“Dari informasi staf kami, (PT. SBH, red) pernah mengajukan pembaruan hak bukan perpanjangan. Tetapi karena tidak diproses dan ada berapa dokumen yang kurang sehingga berkas itu dikembalikan dan posisinya sampai saat ini belum ada dimasukkan lagi atau didaftarkan,” ungkap Agus Apriawan kepada wartawan di Buleleng, Senin (14/08/2023)
Lebih lanjut ia menyampaikan, bahwa belum bisa memproses permohonan SHGB diajukan pihak PT. SBH di atas lahan 6,7 hektar (Ha) di wilayah Desa Pancasari Buleleng. Selain permohonan itu dikatakan belum mengantongi izin dari Kementrian ATR/BPN, ia juga menegaskan, SHGB No 44 sebagai dasar hak PT. SBH sebelumnya tidak berlaku lagi alias telah berakhir 11 tahun lalu.
“Sesuai data yang ada di kami, SHGB No 44 itu memang berakhir 22 September 2012. Kita lihat sekarang, ini berakhir 2012 kan hampir 11 tahun. Berarti PT. SBH harus mendapat izin dari Kementrian ATR/BPN karena sudah melewati fase 5 tahun dari kepemilikan sudah berakhir,” jelasnya.
Agus menegaskan, dalam pembaruan hak ada ketentuan secara yuridis formal (landasan hukum berupa peraturan telah disahkan pemerintah memiliki kekuatan mengikat) harus dipenuhi.
Mesti terpenuhi secara yuridis formal namun secara de jure (ketentuan hukum) dan de facto (pada kenyataan) tidak terpenuhi tetap saja tidak diterima.
“Bisa tidaknya kita bicara dari yuridis formal. Artinya, kelengkapan formal dokumennya. Ada berapa ketentuan memang diatur. Ya, kalau yuridis formalnya memang tidak terpenuhi pasti kita tidak terima. Bukan ditolak ya. Sepanjang itu terpenuhi pasti kita terima. Apakah kemudian nanti bisa terbitkan? Belum tentu. Artinya gini, tidak semua permohonan kita penuhi siapa tau nanti secara yuridis formal terpenuhi tetapi secara de jure de facto tidak terpenuhi kondisi harus clear and clean,” tegas Agus.
Tinggalkan Balasan