Buleleng – Mencuatnya keresahan warga Desa Pancasari setelah PT. Sarana Buana Handara (SBH) atau Bali Handara mengklaim kembali lahan eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 44 yang disebut-sebut telah ditelantarkan mengundang reaksi.
Dihubungi wartawan, I Gede Rena Purdiasa selaku Kelian Dusun Buyan, Desa Pancasari membenarkan apa disampaikan warga, bahwasanya selama ini pihak PT. SBH telah menelantarkan lahan itu puluhan tahun.
“Cuma dipagar kawat. Sementara pemanfaatan lahan tidak ada. Ditinggalkan begitu saja. Ya ditelantarkan. Satu pun bangunan tidak ada. Apalagi bercocok tanam. Selama ini, warga yang tempati lahan itu tanam sayur di sana. Dan itu kenyataannya sepanjang kami tahu,” terang I Gede Rena Purdiasa kerap disapa Renggo kepada wartawan, Selasa (15/08/2023)
Lebih lanjut dikatakan, lahan itu pun dikabarkan sebagai tempat pembuangan sampah dan juga dulu banyak anjing liar dibuang ke sana.
“Dulu ada sampai warga meninggal karena digigit anjing rabies. Jika musim hujan sampah-sampah dibuang dari atas itu akan turun mengotori danau karena tidak diurus. Kalau sekarang kan sudah ditata warga yang tinggal di sana dan bekerjasama dengan Bumdes,” ungkapnya.
Renggo juga membenarkan ada beberapa warga tinggal di sana sudah berpuluh puluh tahun. Bahkan diungkapkan turun-temurun dari sang kakek.
“Itu ada belasan warga di sana membangun rumah gubuk dan juga semi permanen. Setahu kami sudah lama sekitar 60 tahun. Sepertinya sebelum lahir SHGB No 44 sudah tinggal di sana,” jelas Renggo.
Ia menyampaikan, sebagai Kelian Dusun Buyan berharap, jika SHGB milik Bali Handara sudah tidak berlaku dan tidak ada hak lagi dengan lahan itu untuk segera mencabut plang.
“Selama ini kami hidup berdampingan saling membutuhkan dan rukun. Kami berharap jika Bali Handara sudah tidak ada hak lagi untuk segera mencabut plang agar tidak menimbulkan pertanyaan baru dan ada kejelasan,” harap Renggo selaku Kelian Dusun Buyan Desa Pancasari.
Menariknya, dihubungi wartawan secara terpisah, Perbekel Desa Pancasari I Wayan Komiarsa menyampaikan, bahwa hak lahan itu adalah milik Bali Handara.
Mesti disampaikan SHGB No 40 sudah mati 11 tahun dan tidak berlaku alias haknya hilang namun pihaknya tetap beranggapan Bali Handara punya hak. Bahkan menapik, lahan itu tidak ditelantarkan dan warga tinggal di sana adalah mereka karyawan atau penggarap dari Bali Handara.
“Itu milik Bali Handara dulunya beli bukan punya masyarakat. Sebelumnya Bali Handara dapat konsultasi untuk perpanjangan hak kepada kami,” ungkap Wayan Komiarsa.
Disinggung wartawan mengenai memberikan fasilitas perpanjangan hak, ia mengakui memberikan tanda tangan. Sementara disampaikan terkait pasang plang adalah Bali Handara.
“Ya, saya menanda tangani suratnya. Pasang plang adalah Bali Handara,” akunya.
BPN Buleleng: SHGB No 44 Berakhir Tahun 2012

Sebelumnya, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng, Agus Apriawan tidak menampik, pihak PT. SBH disebut-sebut pernah mengajukan pembaruan hak bukan perpanjangan hak. Satu sisi lantaran dokumennya kurang, sehingga berkas permohonan itu dikembalikan.
“Dari informasi staf kami, (PT. SBH, red) pernah mengajukan pembaruan hak bukan perpanjangan. Tetapi karena tidak diproses dan ada berapa dokumen yang kurang sehingga berkas itu dikembalikan dan posisinya sampai saat ini belum ada dimasukkan lagi atau didaftarkan,” terang Agus Apriawan kepada wartawan di Buleleng, Senin (14/08/2023)
Lebih lanjut ia menyampaikan, bahwa belum bisa memproses permohonan SHGB diajukan pihak PT. SBH di atas lahan 6,7 hektar (Ha) di wilayah Desa Pancasari Buleleng. Selain permohonan itu dikatakan belum mengantongi izin dari Kementrian ATR/BPN, ia juga menegaskan, SHGB No 44 sebagai dasar hak PT. SBH sebelumnya tidak berlaku lagi alias telah berakhir 11 tahun lalu.
“Sesuai data yang ada di kami, SHGB No 44 itu memang berakhir 22 September 2012. Kita lihat sekarang, ini berakhir 2012 kan hampir 11 tahun. Berarti PT. SBH harus mendapat izin dari Kementrian ATR/BPN karena sudah melewati fase 5 tahun dari kepemilikan sudah berakhir,” rincinya.
Agus menegaskan, dalam pembaruan hak ada ketentuan secara yuridis formal (landasan hukum berupa peraturan telah disahkan pemerintah memiliki kekuatan mengikat) harus dipenuhi.
Mesti terpenuhi secara yuridis formal namun secara de jure (ketentuan hukum) dan de facto (pada kenyataan) tidak terpenuhi tetap saja tidak diterima.
“Bisa tidaknya kita bicara dari yuridis formal. Artinya, kelengkapan formal dokumennya. Ada berapa ketentuan memang diatur. Ya, kalau yuridis formalnya memang tidak terpenuhi pasti kita tidak terima. Bukan ditolak ya. Sepanjang itu terpenuhi pasti kita terima. Apakah kemudian nanti bisa terbitkan? Belum tentu. Artinya gini, tidak semua permohonan kita penuhi siapa tau nanti secara yuridis formal terpenuhi tetapi secara de jure de facto tidak terpenuhi kondisi harus clear and clean,” tegas Agus.
Bali Handara Diduga Bohongi Publik dan Tak Punya Hak Lagi

Sementara dihubungi secara terpisah, Jro Komang Sutrisna, SH selaku kuasa hukum dari belasan warga yang telah menempati lahan itu secara turun temurun berharap, pihak PT. SBH tidak membohongi warga dan masyarakat Pancasari. Di mana telah memasang plang yang mengatakan bahwa lahan itu adalah tanah milik PT. SBH dan sedang proses perpanjangan hak.
Faktanya, lanjut Jro Komang Sutrisna lahan tersebut SHGB-nya sudah dinyatakan telah berakhir oleh BPN. Tidak ada dilakukan perpanjangan. Malah yang dilakukan adalah permohonan hak baru dan telah ditolak karena tidak memiliki dasar dokumen yang sah.
‘’Kami berharap pihak PT. SBH mencabut plang, karena tidak sesuai dengan fakta dan ingin menguasai tanpa alas hak yang sah,’’ tandas Jro Sutrisna.
Dengan fakta tersebut, warga yang telah menempati, memelihara dan menguasai lahan yang ditelantarkan dan ditinggalkan pemilik SHGB ini, memiliki hak sebagai warga negara untuk memohon hak atas tanah yang ditempatinya.
‘’Kami bersama warga akan memperjuangkan hak-hak kami sebagai warga negara. Kami akan tempuh jalur-jalur hukum yang ada, karena sudah secara turun-temurun para warga ini, berada dan memelihara lahan ini sampai saat ini, dapat terpelihara dengan baik,’’ pungkas Jro Komang Sutrisna.
Bali Handara Terkesan Tertutup Dengan Wartawan
Sementara Manajemen Bali Handara sendiri ketika ditemui wartawan berapa waktu lalu belum memberikan jawaban resmi. Dimintai konfirmasi terkait kebenaran informasi penunggakan pajak tersebut, Sekretaris Bali Handara Kosaido Country Club, yang hanya menyebutkan namanya Amy, menolak memberikan keterangan lebih lanjut.
“Ngga bisa pak. Saya tetep harus di under-nya manajemen,” cetusnya melalui sambungan telepon, Selasa (8/8/2023) lalu.
Untuk mendapatkan penjelasan lebih detail, Amy meminta awak media mengirimkan surat resmi ke manajemen Bali Handara.
“Nanti kan suratnya saya ajukan ke manajemen. Nanti manajemen yang info ke saya, dengan siapa bapak akan wawancara. Kalau kayak-kayak gitu (menanyakan dugaan pajak yang ditunggak Bali Handara, red) nanti jelaskan di suratnya mau wawancara tentang apa, nanti saya kan kasi jawaban dari situ,” tutup Sekretaris Amy.
Tinggalkan Balasan