Jakarta, – Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021 pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkap pengendalian atas program penyaluran bantuan paket kuota data internet kurang memadai. Akibatnya, tujuan pemberian bantuan kuota data internet belum sepenuhnya tercapai, peserta didik dan pendidik kehilangan kesempatan untuk memperoleh bantuan, dan pemborosan keuangan negara atas kuota internet yang tidak terpakai sebesar
Rp1.538.487.672.950,00.
“Hal tersebut disebabkan perencanaan penyaluran bantuan kuota internet belum berdasarkan analisis kebutuhan dan kajian tentang kebutuhan pembelajaran di Indonesia di masa pandemi Covid-19. PPK kurang cermat dalam memverifikasi dan sinkronisasi data penerima bantuan kuota data internet di Dapodik dan PDDikti, serta Kemendikbudristek belum melakukan evaluasi secara komprehensif atas manfaat program bantuan kuota data internet digunakan untuk pembelajaran”, demikian bunyi LHP BPK atas LHP SPI dan Kepatuhan atas LK Kemendikbudristek Tahun 2021.
Dalam uraian BPK, pelaksanaan program bantuan kouta internet diatur dalam Peraturan Sesjen Kemendikbud No.4 Tahun 2021 dan No.23 Tahun 2021, menjelaskan bahwa bantuan kuota diberikan selama tujuh bulan, yaitu Bulan Maret hingga Mei, September s.d. November, dan Desember 2021 yang dibagi dalam beberapa tahap penyaluran.
Program penyaluran bantuan kuota data internet tahun 2021 melibatkan lima
Operator Seluler seperti tahun 2020 yaitu PT Telkomsel, Tbk., PT XL Axiata, Tbk., PT Indosat Tbk., PT Hutchison 3 Indonesia dan PT Smartfren Telecom Tbk.
Hasil pemeriksaan BPK menemukan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian seperti belum seluruh peserta didik dan pendidik mendapatkan kesempatan untuk memperoleh bantuan yaitu sejumlah 31.100.463 nomor ponsel Peserta Didik dan Pendidik tidak lolos proses verval dalam pemberian bantuan kuota, dan sejumlah 1.430.731 nomor ponsel gagal diinjeksi, serta skema pemberian bantuan kuota data internet belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan PJJ.
Selain itu, verifikasi jumlah penerima dan mekanisme pembayaran kurang cermat sehingga penerima bantuan yang terindikasi ganda sebanyak 101.724 orang peserta didik atau pendidik dan total bantuan sebesar Rp7.733.327.250,00.
Tak hanya itu BPK juga menemukan terdapat 83.714 nomor ponsel yang digunakan lebih dari 3 kali sebesar Rp9.296.542.750,00, dan terdapat kuota data yang tidak terpakai oleh penerima karena habis masa berlakunya sebanyak 675.590.548 GB atau sebesar Rp1.538.487.672.950,00.
BPK menyimpulkan persoalan tersebut tidak sesuai dengan PP No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan PP No.66 Tahun 2010 pada Pasal 6 ayat (4) yang menyatakan bahwa Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel, serta Peraturan Sesjen Kemendikbud No.23 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Sesjen Kemendikbud No.4 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Pemerintah Paket Kuota Data Internet Tahun 2021.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Kemendikbudristek terkait temuan BPK ini. Padahal, Deliknews.com telah mengirimkan surat konfirmasi mengenai tindak lanjut dari temuan-temuan BPK kepada Mendikbudristek melalui alamat email persuratan@kemdikbud.go.id dan setjen@kemdikbud.go.id. Selain itu, surat tersebut juga telah dikirim kepada Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbudristek, Anang Ristanto, melalui WhatsApp, namun hingga kini belum ada tanggapan yang diterima.
Tinggalkan Balasan