Padang, – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar) resmi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus dugaan korupsi dana hibah Covid-19 pengadaan Alat Pelindung Wajah (Face Shield) di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tahun 2020. Penghentian ini dilakukan karena penyidik tidak menemukan alat bukti yang cukup untuk melanjutkan kasus tersebut.

Hal ini sesuai dengan press release yang diterima DelikNews.com dari Asintel Kejati Sumbar, Asintel Kejati Sumbar, Efendri Eka Saputra, Selasa (24/12/24) kemarin. Kasus ini berawal dari laporan audit BPK RI Perwakilan Sumbar, bahwa ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan penggunaan dana belanja tidak terduga (BTT) Covid-19 yang bersumber dari dana APBD Sumbar tahun 2020.

Press release yang diterima menjelaskan, bahwa menanggapi temuan BPK tersebut, diterbitkan lah Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor: PRINT-09/L.3/Fd.1/07/2023 tanggal 3 Juli 2023. Dalam proses penyelidikan telah dimintai keterangan dari berbagai pihak mulai dari pihak BPBD, Inspektorat, Penyedia, dan Bakeuda Sumbar.

Berdasarkan hasil Laporan Hasil Penyelidikan ditemukan adanya peristiwa pidana yang mengarah kepada dugaan tindak pidana koruspi dalam pengadaan alat pelindung wajah berupa Face Shield untuk 2 kontrak tahun 2020 dengan penyedia PT Asela Multi Sarana (AMS) dengan Direktur nya Barman Joni (BJ) dengan total nilai 2 kontrak yaitu Rp3.405.000.000.

Hasil penyelidikan, perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor 01.A/L.3/Fd.1/07/2024 tanggal 29 Juli 2024. Hasil penyidikan ditemukan fakta sebagai berikut:

1. Pada tahun 2020 telah dilaskanakan kegiatan Pengadaan Barang Kebutuhan Penanganan Covid-19 yang dilaksanakan oleh BPBD Sumbar dengan dana yang bersumber dari APBD yang diposkan pada Bendahara Umum Daerah (BUD) pada Bakeuda.

2. Untuk melaksanakan kegiatan pengadaan tersebut, disusunlah Rencana Kebutuhan Barang (RKB) oleh pihak BPBD. RKB tersebut kemudian diajukan kepada pihak APIP untuk dilakukan review.

3. Bahwa RKB dari BPBD Prov. Sumatera Barat yang telah melalui proses review dari pihak Inspektorat kemudian terhadap RKB tersebut disampaikan hasil review tersebut kepada pihak BPBD Sumbar melalui Surat.

4. Bahwa berdasarkan RKB hasil Review dari Inspektorat terhadap barang pengadaan berupa Face Shield adalah sebagai berikut : Face Shield harga Rp250/pcs dengan volume 10.000 pcs dan anggaran Rp2.250.000.000.

5. Kemudian terjadilah proses negoslasi antara calon penyedia AMS dengan Direkturnya BJ. Hasil negosiasi dituangkan sebagaimana dalam 2 kontrak. Pertama, kontrak Nomor : 23/SP/PL-BPBD/V/2020 tanggal 8 Mei 2020 antara Pengguna Anggaran dengan PT AMS Pekerjaan Pengadaan Face Shield dengan total nilai kontrak Rp2.250.000.000. Kedua, kontrak Nomor 98/SP/PL-BPBD/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 antara Pengguna Anggaran dengan PT AMS Pekerjaan Pengadaan Face Shield dengan total nilai kontrak Rp1.155.000,000. Total nilai kedua kontrak Rp3.405.000.000.

6. Terhadap pelaksanaan kegiatan dimasa darurat Covid-19 dimana terjadi kelangkaan barang dan keterbatasan ketersediaan barang. Sementara barang yang diadakan perlu dilakukan secara cepat maka diperlukan penyedia yang dapat menyediakan barang untuk keperluan penanganan Covid-19 pada saat itu.

7. Hasil pelaksanaan kegiatan oleh Penyedia telah sesuai dengan dokumen kontrak yang ditanda tangani, serta barang pengadaan berupa Face Shield sebagaimana dalam kontrak telah terdistribusikan kepada para penerima sesuai dengan pencatatan yang dilakukan oleh pihak BPBD Sumbar.

FAKTA HASIL PENYIDIKAN

Terhadap penyidikan perkara dimaksud sebagaimana dalam Sprindik yang telah dikeluarkan, Tim Penyidik pada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat berdasarkan hasil ekspose bersama dengan pimpinan berkesimpulan sebagai berikut :

1. Telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan ahli serta telah dilakukan audit dari Tim Auditor Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Audit Nomor MEM-38/L.3/Hs/10/2024 tanggal 08 Oktober 2024

2. Dalam perkara ini belum ada pemenuhan terhadap Mens Rea dan juga unsur pada pasal yang disangkakan yaitu pada Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu berupa unsur “Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”.

3. Bahwa disamping belum terpenuhinya terhadap unsur Pasal sebagaimana tersebut diatas, dan sejalan dengan bunyi huruf E angka 6 pada Surat Edaran (SE) dari Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Covid-19 yang menyebutkan : “Para pihak yang terlibat dalam pengadaan ini wajib mematuhi etika pengadaan dengan tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang /jasa ini” Tim Penyidik juga belum menemukan adanya pemenuhan terhadap perbuatan sebagaimana bunyi aturan tersebut diatas, hal tersebut penting karena bunyi SE tersebut juga berperan dalam mengungkap dan mendukung terhadap pemenuhan unsur pasal sebagaimana tersebut diatas.

4. Bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pihak BPBD Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk berupa tidak dilakukannya pelaporan maupun perubahan RKB pasca dilaksanakannya kegiatan pengadaan barang berupa Face Shield sebagaimana dalam dokumen kontrak yang dllaporkan kepada pihak APIP merupakan bentuk pelanggaran ranah administrasi. Adapun pemakluman terhadap kondisi Covid-19 pada saat itu dikarenakan keterbatasan ketersediaan barang, maka perlu upaya cepat untuk menandatangkan barang. Maka dari itu dibutuhkan penyedia yang dapat menyanggupl pemenuhan kebutuhan barang pada saat itu.

5. Barang pengadaan berupa Face Shleld sebagalmana dalam 2 kontrak telah selesai dilaksanakan dengan hasil barang pengadaan telah sesuai dengan dokumen kontrak dan barang pengadaan berupa Face Shield telah terdistribusikan kepada para penerima.

Demikian press release hari Ini. Kami ucapkan Terima Kasih.

Sebelumnya diberitakan, sejak Surat Perintah Penyidikan diterbitkan pada 18 April 2024, tim penyidik telah memeriksa 19 saksi yang terdiri dari pejabat BPBD Sumbar, rekanan, dan ahli terkait. Proses penyidikan menunggu hasil audit perhitungan kerugian negara atas proyek pengadaan pelindung wajah senilai Rp3,9 miliar.

“Surat Perintah Penyidikan sudah dikeluarkan Kajati Sumbar tertanggal 18 April 2024 lalu. Setelah penghitungan kerugian negara keluar, kita akan segera menetapkan tersangka,” kata Hadiman.,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumbar yang waktu itu dijabat Hadiman kepada wartawan di Padang, Jumat (31/5/2024) lalu.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat atas dugaan korupsi pengadaan pelindung wajah pada 2020 dengan nilai proyek Rp3,9 miliar yang masuk pada tahun 2023. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan indikasi kuat penyimpangan sehingga kasus ini dinaikkan statusnya menjadi penyidikan.

Hadiman menegaskan bahwa kasus ini berbeda dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait proyek pengadaan hand sanitizer yang telah ditindaklanjuti oleh BPBD. “Kami fokus pada dugaan penyimpangan dalam proyek pelindung wajah Covid-19,” ungkapnya.

Sebelumnya Politisi PDIP Ruhut Sitompul juga menyorot kasus dugaan korupsi dana Covid-19 ini. “Kajati jangan macam-macam. Karena Jaksa Agung tidak main – main dalam pemberantasan korupsi. Apalagi beliau dipercaya kembali jadi Jaksa Agung”, kata Fungsionaris DPP PDIP itu kepada Wartawan, Sabtu (21/12/2024).

Menurut eks DPR RI itu, Kejati Sumbar harus mengambil sikap bila audit kerugian negara sudah keluar. “Bila data sudah lengkap, harus segera mengambil sikap. Kejaksaan Agung juga harus mengambil sikap, dan Kejaksaan Agung harus dikabarkan”, ujar Ruhut.

Kembali dipertegas Raja Minyak ini, Presiden Prabowo benar-benar serius mencegah dan memberantas koruspi. “Ini bukan mencegah tapi memberantas, bila memang ada kebocoran. Jaksa Agung mesti cepat memerintahkan bawahannya. Bila Jaksa Agung belum tahu, segera kabarkan”, tukas Ruhut.