SURABAYA – Perseteruan keluarga kembali mencuat ke ranah hukum dalam sengketa tanah yang kini digunakan PT Surya Agung Indah Megah (SAIM), salah satu dealer mobil terbesar di Surabaya. Heru Tandyo, salah satu dari enam ahli waris atas lahan di Jalan Kranggan No. 107–108 dan 88, menggugat PT SAIM serta lima ahli waris lainnya karena diduga melakukan balik nama sertifikat tanpa persetujuannya.
Gugatan Heru sempat kandas di Pengadilan Negeri Surabaya, namun kembali bergulir usai Pengadilan Tinggi Surabaya mengabulkan sebagian permohonannya. Saat ini, perkara memasuki tahap kasasi di Mahkamah Agung.
Kuasa hukum Heru, Yakobus Willianto, menegaskan bahwa proses balik nama Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah warisan tidak sah tanpa persetujuan semua ahli waris. Ia menyebut kliennya tak pernah memberi kuasa maupun menyetujui perpanjangan SHGB yang kini atas nama PT SAIM.
“BPN mensyaratkan persetujuan seluruh ahli waris. Klien kami tidak pernah menandatangani atau menyetujui proses balik nama tersebut,” ujar Yakobus, Jumat (2/5/2025).
Lebih jauh, Yakobus menyoroti dugaan perubahan luas tanah pada sertifikat baru yang disebutnya tidak pernah disepakati oleh Heru. Ia mengklaim sejak 2023, sekitar 1/6 bagian tanah milik kliennya telah dikuasai PT SAIM tanpa izin maupun kompensasi.
Pihak PT SAIM membantah keras tudingan itu. Melalui kuasa hukumnya, Billy Handiwiyanto, perusahaan menyatakan seluruh proses telah sesuai hukum. Ia menegaskan bahwa perpanjangan SHGB dilakukan berdasarkan Surat Keterangan Waris (SKW) yang mencantumkan nama Heru sebagai salah satu ahli waris.
“Tidak ada pemalsuan. Justru perpanjangan dilakukan untuk mengamankan hak semua ahli waris karena masa berlaku sertifikat hampir habis,” tegas Billy.
Namun, pihak penggugat tetap bersikukuh. Mereka menilai pengelolaan aset bersama tanpa dasar hukum yang sah adalah pelanggaran hak. Heru kini menuntut agar tanah dan bangunan dikosongkan serta dilelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
“Sejak pewaris wafat, hak atas tanah otomatis menjadi milik bersama para ahli waris. Tidak boleh dikuasai sepihak, apalagi oleh badan usaha,” tandas Yakobus.
Menurut Yakobus berdasarkan peraturan yang berlaku, balik nama HGB karena warisan wajib melibatkan seluruh ahli waris. Pasal 42 PP No. 24 Tahun 1997 serta peraturan pelaksananya menegaskan bahwa jika hanya satu orang yang mengurus, maka wajib ada surat kuasa dari yang lain. Ini diperkuat dengan asas persamaan kedudukan, konsensualisme, dan legalitas dalam hukum waris Indonesia.
Dari sisi teori, hak waris bersifat komunal hingga dilakukan pembagian sah. Artinya, perbuatan hukum atas aset bersama harus disetujui semua pihak. Jika tidak, sengketa tak terhindarkan.
Dalam kasus Heru Tandyo, dugaan penguasaan sepihak dan perbedaan luas tanah menjadi sorotan tambahan. Secara hukum, perubahan data dalam sertifikat memerlukan persetujuan tertulis dari semua ahli waris dan pengukuran ulang oleh Kantor Pertanahan.
“SHGBnya bukan atas nama PT SAIM tapi atas nama 6 orang ahli waris, ucap Yakobus, Pengacara Heru Tandyo.