Jakarta, – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit tahun 2020 pada Kementerian Pertanian telah mengungkapkan sejumlah temuan serius dalam pengadaan bantuan pemerintah berupa benih, pupuk, dan alsintan melalui sistem E-Purchasing senilai Rp1,3 triliun. Temuan-temuan BPK yang mencengangkan ini mencakup sejumlah masalah sebagai berikut:

Realisasi belanja bantuan pemerintah berupa Pupuk NPK 15.15.15 tidak melalui surat pesanan/ tidak sesuai nilai transaksi E-Purchasing sebesar Rp175,85 Miliar.

Pengujian atas realisasi belanja bantuan pemerintah diketahui jumlah realisasi belanja pengadaan pupuk NPK 15.15.15 pada 11 perusahaan sebesar Rp524.694.259.295,00. Jumlah selisih absolut antara nilai transaksi e-purchasing dengan nilai realisasi belanja menunjukkan terdapat realisasi belanja tidak melalui surat pesanan atau tidak sesuai nilai transaksi e-purchasing sebesar Rp175.850.520.195,00.

Pelaksanaan Evaluasi Pemilihan Penyedia Katalog Sektoral Komoditas Pestisida dan Pupuk belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebesar Rp224,16 Miliar.

Terungkap pelaksanaan evaluasi pemilihan penyedia katalog sektoral komoditas pestisida dan pupuk belum sesuai ketentuan sebesar Rp224.159.256.158,00, dan PT BAM penyedia barang Pupuk NPK 15.15.15 merk BT menyampaikan dokumen yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam dokumen pemilihan.

Pemilihan Penyedia Pupuk NPK 15.15.15 Melalui E-Purchasing belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebesar Rp524,69 Miliar.

PPK tidak mempertimbangkan perbandingan harga satuan dan ketersediaan barang dengan spesifikasi sama yang tayang pada waktu yang sama dalam katalog elektronik. Perhitungan kembali nilai transaksi pada Bulan Oktober s.d. Desember 2020 dengan mempertimbangkan perbandingan harga satuan dan ketersediaan barang pada Bulan September 2020 diketahui terdapat indikasi kemahalan belanja pengadaan pupuk NPK 15.15.15 minimal sebesar Rp13.614.341.000,00.

Tidak terdapat pengenaan sanksi atas pelanggaran proses Katalog.

Hasil Pemeriksaan BPK telah mengungkapkan adanya permasalahan Belanja Barang untuk Diserahkan kepada Masyarakat/Pemda dalam bentuk barang berupa benih dan pupuk. Ditemukan pelanggaran atas ketentuan e-purchasing yang dilakukan oleh penyedia dalam pelaksanaan kontrak katalog dan surat pesanan.

Selain itu, informasi pada LK Eselon 1 dhi. Ditjen Tanaman Pangan TA 2020 diketahui terdapat penyelesaian pekerjaan akhir tahun dengan mekanisme Bank Garansi, namun sampai jatuh tempo belum dapat diselesaikan oleh penyedia sehingga Bank Garansi disetorkan ke kas negara.

Atas pelanggaran dan kelalaian pihak penyedia tersebut belum dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi e-purchasing, atau sanksi penurunan pencantuman penyedia dari katalog elektronik.

Alsintan yang ditayangkan dalam E-Katalog sebesar Rp403,61 Miliar belum kesuai dengan ketentuan.

  1. Pemilihan penyedia Alsintan oleh Pokja ULP tidak mewajibkan penggunaan produk dalam negeri. Terdapat produk alsintan sebanyak 14.393 unit sebesar Rp403.607.243.765,00 yang tidak memiliki sertifikat TKDN dan atau memiliki sertifikat TKDN dengan nilai dibawah 25% namun diberi label produk lokal dalam negeri dalam e-katalog LKPP.
  2. Terdapat 104 kontrak diberi label sebagai UKM dalam e-katalog namun tidak ada dokumen pendukung dalam Berita Acara Evaluasi Kualifikasi Perusahaan yang menunjukkan status sebagai UKM.
  3. Harga penawaran dari penyedia tidak dapat diidentifikasi rincian komponen perhitungan harganya dalam berita acara evaluasi harga, dan dalam berita acara negosiasi harga tidak dapat diidentifikasi rincian komponen pembentuk harga yang dinegosiasikan.

Kondisi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, Perpres Nomor 16 Tahun 2018, Permentan Nomor 25 Tahun 2019, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018, dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 11 Tahun 2018 tentang Katalog Elektronik.

BPK menyimpulkan kondisi tersebut mengakibatkan sebagai berikut:

  1. Realisasi Belanja Barang 526 berupa pupuk NPK 15.15.15 tidak dapat diyakini asersi keterjadiannya sebesar Rp175.850.520.195,00, proses pemilihan penyedia belum menghasilkan barang yang tepat dari uang yang dibelanjakan atau belum efisien sebesar Rp524.694.259.295,00, serta indikasi pemborosan dari kemahalan belanja sebesar Rp13.614.341.000,00.
  2. Realisasi Belanja Barang 526 komoditas pestisida dan pupuk melalui transaksi e-purchasing tidak dapat diyakini memenuhi tujuan e-purchasing yaitu pemilihan barang/jasa yang terbaik sebesar Rp224.159.256.158,00.
  3. Realisasi Belanja Barang 526 berupa pupuk NPK 15.15.15 merk BT tidak dapat diyakini asersi keterjadiannya sebesar Rp55.792.099.400,00, pelaksanaan katalog elektronik sektoral di Kementerian Pertanian belum menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan penyedia.
  4. Transaksi alsintan pada e-purchasing sebesar Rp403.607.243.765,00 tidak memberikan kesempatan kepada perusahaan yang sebenarnya memenuhi TKDN dan klasifikasi sebagai UKM.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian Pertanian terkait temuan BPK tersebut. Padahal, Deliknews.com telah mengirimkan surat konfirmasi (27/9/23) mengenai tindak lanjut dari temuan-temuan BPK kepada Menteri Pertanian.