Padang, – Gugatan Praperadilan (Prapid) Kedua yang diajukan Pemohon Mustafa melalui kuasa hukumnya Andreas Ronaldo, dkk, melawan Termohon l Kapolri, Termohon ll Kapolda Sumatera Barat, Termohon lll Kepala Kepolisian Resort Pasaman cq. Kepala Satuan Reserse Kriminal cq Kepala Unit I Satuan Reserse Kriminal Polres Pasaman, tidak menutup kemungkinan berpotensi ditolak lagi atau bahasa hukumnya tidak dapat diterima hakim apabila petitum tidak diuraikan satu persatu sehingga gugatan menjadi tidak jelas atau kabur.

Menurut Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Ismansyah, SH, MH, dalam petitum harus diuraikan alasan satu persatu dimana tidak sah nya penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka, berdasarkan norma.

“Bilamana ketiga – tiganya dipetitum, maka harus diuraikan satu persatu, tidak dikumulasikan ketiga – tiganya, bilamana hal itu terjadi maka bisa saja dipandang obscur libel,” terang guru besar ini, Rabu (9/11/22).

Prof. Dr. Ismansyah menjelaskan apabila penetapan tersangka menjadi objek Prapid, maka putusan MK No.21/2014 menjadi bahan pertimbangan yang cukup yakni bukti permulaan yang cukup, serta selanjutnya penetapan diikuti dua alat bukti Pasal 184 KUHAP.

Lebih jauh dijelaskan Guru Besar Hukum Pidana ini, dalam hal Prapid, terlebih dahulu dipahami tentang Prapid itu sendiri pada Pasal 77 KUHAP. Selanjutnya dipahami syarat Prapid, salah satunya waktu 7 hari pengajuan Prapid, kemudian baru diuji petitum yang diajukan.

Diketahui sebelumnya Prapid Pertama yang diajukan Mustafa tidak diterima Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping, Aulia Ali Reza, karena dianggap hakim gugatan Pemohon tidak jelas.

Sebab gugatan tidak diterima dijelaskan dalam putusan PN bahwa mengacu pada petitum permohonan Prapid tidak disebutkan surat mana yang menjadi dasar penetapan Tersangka, penangkapan, dan penahanan yang diminta untuk dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Pun di dalam dalil permohonan Prapid tidak disebutkan surat mana yang menjadi dasar penahanan terhadap Pemohon.

Pertimbangan tersebut sejalan dalam perkara a quo, yang mana tidak disebutkannya surat perintah penangkapan, surat perintah penahanan, dan penetapan Tersangka mana yang hendak dimintakan untuk diputus tidak sah dan tidak berdasarkan hukum di dalam petitum permohonan praperadilan mengakibatkan objek Prapid menjadi tidak jelas. Hakim berkesimpulan permohonan praperadilan yang diajukan tidak jelas (obscuur libel).

Tak hanya itu, dalam putusan juga dijelaskan bahwa terdapat pertentangan dalil saat ditangkap status Pemohon sudah menjadi Tersangka dengan dalil Pemohon ditangkap terlebih dahulu, baru kemudian ditetapkan sebagai Tersangka. Hal ini yang pada akhirnya Hakim anggap menimbulkan ketidakjelasan dalam uraian permohonan Prapid yang diajukan.

Dengan tidak diterima Prapid Pertama, Mustafa kembali mengajukan Prapid Kedua yang didaftarkan Jumat, 28 Oktober 2022 kemarin dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Apabila dilihat pada website resmi pn-lubuksikaping.go.id, Petitum Pemohon pada Prapid Pertama ada beberapa kemiripan dengan Petitum Prapid Kedua.

Permohonan Prapid Pertama tanggal 20 September 2022 dengan Nomor Perkara3/Pid.Pra/2022/PN Lbs, dan Permohonan Prapid Kedua tanggal 28 Oktober 2022 dengan Nomor Perkara4/Pid.Pra/2022/PN Lbs.