Lebak – Pemasangan plank oleh pihak penggugat di atas tanah yang sedang disengketakan di Desa Sukarame, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, menjadi sorotan. 

H. Ariadi, S.H., M.H., M.Phil, CTMP, kuasa hukum Tergugat IV (H. Imran) dan Tergugat IX (H. Jandi alias Gandi), dalam wawancaranya pada Selasa (14/1), menilai bahwa tindakan penggugat yang memasang plank sebelum adanya keputusan pengadilan merupakan perbuatan melawan hukum. 

Ia menyatakan bahwa pemasangan plank itu dapat mengganggu hak-hak pihak yang memiliki klaim sah atas tanah tersebut, terutama kliennya yang telah mengelola tanah secara turun-temurun dan memiliki sertifikat hak milik yang sah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak.

“Pemasangan plank tanpa putusan pengadilan ini adalah klaim sepihak yang tidak sah. Tanah yang disengketakan ini sudah lama dikelola oleh klien kami, yang memiliki sertifikat sah. Tindakan seperti ini dapat menciptakan ketegangan antara pihak-pihak yang bersengketa, dan berpotensi mengganggu hak hukum klien kami yang telah diakui oleh negara,” ujar H. Ariadi.

Sengketa ini berpusat pada tanah seluas 26.000 m² yang diklaim milik ahli waris almarhum Abdurachman Harun dengan beberapa warga termasuk H Jandi, yang memperoleh dan mengelola serta menguasai tanah tersebut secara turun-temurun serta telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak. 

Sidang yang semula dijadwalkan pada 23 Desember 2024, akhirnya ditunda hingga 21 Januari 2025. H. Ariadi menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak tanah yang diperoleh kliennya secara turun-temurun.

“Kami akan terus berupaya agar hak atas tanah yang sudah diakui secara hukum dapat dipertahankan dan dihormati. Kami berharap Pengadilan Negeri Rangkasbitung nantinya memberikan keputusan yang adil dan mengakhiri sengketa ini,” tambahnya.

Sementara itu, Asep Sahrudin SH, Kepala Desa Sukarame, memberikan penjelasan terkait klaim tanah yang disengketakan. Berdasarkan data dan informasi yang dimiliki desa, Asep mengonfirmasi bahwa almarhum Abdurachman Harun, atau ahli warisnya, tidak pernah mengelola atau memiliki tanah tersebut.

“Menurut catatan dan data di Desa Sukarame, almarhum Abdurachman Harun tidak memiliki riwayat terkait tanah ini. Tanah tersebut tidak pernah dikelola atau digunakan oleh almarhum. Kami juga tidak memiliki bukti terkait pengelolaan tanah tersebut oleh beliau selama hidupnya,” jelas Asep Sahrudin, Kepala Desa Sukarame, dalam keterangan singkatnya kepada Deliknews.

Klarifikasi dari Kepala Desa ini membuka pertanyaan lebih lanjut mengenai keabsahan sertifikat yang diterbitkan atas nama almarhum Abdurachman Harun. Apakah tanah tersebut memang milik almarhum ataukah sertifikat yang dimiliki adalah bagian dari permasalahan administrasi pertanahan yang lebih besar?

Persidangan sengketa ini nantinya akan semakin mempertegas pentingnya transparansi dalam administrasi pertanahan serta kejelasan hukum terkait kepemilikan tanah. Dengan semakin maraknya sengketa terkait sertifikat ganda, kasus ini menjadi sorotan bagaimana sistem pertanahan di Indonesia dapat menanggapi permasalahan klaim sepihak dan penyalahgunaan proses administrasi.

Sidang selanjutnya pada 21 Januari 2025 diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai siapa yang berhak atas tanah yang telah dipermasalahkan, serta memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat. (Her)