Surabaya – Seorang wanita bernama Loedvita Febrianti melaporkan dugaan pencemaran nama baik melalui media sosial TikTok ke Polda Jawa Timur. Dugaan tersebut mengarah pada mantan istri pasangannya, FK, yang diduga melakukan serangan digital dengan menyebarkan konten yang memfitnah dan merugikannya secara pribadi maupun profesional.

Kronologi Kejadian

Kasus ini bermula pada 27 Januari 2025, ketika muncul komentar di akun TikTok pribadinya yang menuduh korban sebagai selingkuhan pria beristri. Padahal, pria tersebut sudah resmi bercerai berdasarkan putusan pengadilan. Tidak hanya itu, pada 1 Februari, akun – akun palsu tersebut mulai mengunggah konten yang berisi tudingan bahwa korban adalah “pelakor,” “PSK,” serta berbagai penghinaan lainnya.

Akun – akun tersebut bahkan menggunakan nama dan tanggal lahir korban, serta mengunggah foto-foto pribadinya yang telah diedit dengan narasi negatif.

Parahnya lagi, akun tersebut menandai kantor tempat korban bekerja, serta rekan-rekan kerja dan keluarganya, sehingga menimbulkan dampak luas terhadap kehidupan pribadi dan profesionalnya.

“Pelaku juga menandai teman-teman saya, bahkan mengikuti akun keluarga saya, akun rekan kerja saya dan akun tempat kerja saya di media sosial. Ini bukan hanya serangan terhadap saya secara pribadi, tetapi juga menyeret nama perusahaan tempat saya bekerja,” ujar korban.

Dampak Psikologis dan Profesional

Akibat serangan digital ini, Korban mengaku mengalami tekanan psikologis yang berat. “Saya hanya bisa tidur 1-2 jam sehari. Kondisi fisik dan mental saya terganggu, sampai harus berkonsultasi dengan psikiater,” tambahnya.

Dampaknya juga terasa dalam dunia kerja. Korban dipanggil oleh Kepala Cabang dan HRD di tempat kerjanya karena perusahaan kini sangat memperhatikan reputasi di media sosial. “Karena nama kantor ditandai dalam unggahan fitnah tersebut, atasan saya memanggil saya untuk menjelaskan kasus ini. Saya juga mendapat tekanan dari keluarga besar setelah video tersebut tersebar di grup keluarga,” jelasnya.

Dugaan Pelaku dan Motif

Korban dan kuasa hukumnya menduga FK sebagai dalang di balik serangan ini. Dugaan ini diperkuat dengan bukti berupa unggahan foto yang hanya dimiliki oleh Pasangannya dan FK. “Foto tersebut adalah foto makan malam mereka dulu, yang tidak pernah diunggah ke media sosial manapun, tapi tiba-tiba diedit dan dijadikan bahan fitnah,” kata korban.

Menurut korban, motif utama FK adalah rasa tidak terima atas perceraian serta kecemburuan terhadap hubungan kami. “Mungkin dia merasa kalah dan ingin menghancurkan reputasi saya,” tambahnya.

Selain FK, ada lima orang lain yang diduga terlibat dalam penyebaran konten ini, yaitu SO, GSI, EDP, SS, dan EP. “Kami menduga mereka bekerja sama dalam menyebarkan fitnah ini. Ditambah informasi dari teman saya yang juga bekerja disana, lebih menguatkan dugaan keterlibatan mereka,” ungkapnya.

Aspek Hukum

Pihak kuasa hukum korban menegaskan bahwa tindakan ini telah memenuhi unsur pidana berdasarkan:

Pasal 27 Ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik

Pasal 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan dan penyebaran berita bohong

Pasal 55 KUHP, terkait keikutsertaan lebih dari satu orang dalam tindak pidana

“Karena akun ini lebih dari satu, ada indikasi kuat bahwa FK tidak bekerja sendiri. Jika seseorang mengetahui tindak pidana dan tidak melaporkannya, mereka bisa dijerat sebagai pihak yang ikut serta,” jelas kuasa hukum korban.

Laporan polisi sudah resmi diterbitkan di Direktorat Siber Polda Jatim, sehingga proses hukum akan terus berlanjut. “Ini sudah masuk kategori laporan polisi (LP) resmi, yang tidak bisa dicabut kecuali ada perdamaian dari kedua belah pihak,” tambahnya.

Harapan Pelapor

Korban berharap agar kasus ini dapat diproses sesuai hukum yang berlaku dan memberikan efek jera kepada para pelaku. “Saya ingin nama baik saya dipulihkan, baik di lingkungan kerja maupun sosial. Mental saya benar-benar terpukul dengan fitnah ini,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah pelaku bisa dimaafkan, “Kalau dia punya itikad baik, mungkin bisa dipertimbangkan. Tapi kalau tidak, saya ingin kasus ini berlanjut hingga tuntas,” tegasnya.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa media sosial tidak boleh digunakan untuk menyebarkan fitnah dan merusak reputasi seseorang. Pihak kepolisian diharapkan dapat menindak tegas pelaku penyebaran hoaks dan pencemaran nama baik agar tidak ada korban lain yang mengalami hal serupa. (man)