Surabaya – Program tol laut menjadi perhatian para pengusaha perkapalan Jawa Timur (Jatim). Namun, kurangnya partisipasi perusahaan ekspedisi membuat program tersebut tidak maksimal. Padahal, pemerintah memberikan banyak keringanan kepada mereka lewat program itu.
Ketua DPP Indonesian National Shipowner’s Association (Insa) Carmelita Hartoto menyatakan, kurangnya partisipasi membuat harga komoditas tetap tinggi. “Sekarang kan itu-itu saja ekspedisinya. Nah, kalau ada lebih banyak, akan ada persaingan harga,” ujarnya akhir pekan lalu.
Dia juga menyarankan pemberian subsidi kepada pelabuhan. Dengan demikian, harga yang harus dibayar konsumen juga lebih murah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, jika subsidi tidak memungkinkan, pemerintah bisa memberlakukan sistem tarif. Nanti, tarif bisa diatur berdasar isi kontainer.
“Misalnya, kontainernya kosong ya jangan dikenakan tarif. Atau kasih saja tarif 25 persen. Sebab, banyak dari barang itu yang bisa (diangkut, Red) full,” sambungnya.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan Wisnu Handoko menuturkan, anggaran subsidi tol laut tahun ini rendah. Yakni, sekitar Rp 222 miliar. Anggaran tersebut akan ditambah menjadi Rp 263 miliar. Tahun lalu anggaran subsidi Rp 400 miliar, sama seperti rancangan anggaran subsidi tahun depan.
Wisnu mengaku tak masalah jika pengusaha mengusulkan penambahan kuota subsidi. “Korelasinya adalah pencapaian voyage. Kalau voyage-nya tidak tercapai, pasti kapalnya telat. Padahal, anggarannya sudah dikasih,” jelasnya.
Menurut Wisnu, keprihatinan pengusaha itu akan menjadi bahan evaluasi pemerintah. Sebab, pengawasan dan output subsidi juga penting.
Begitu pula koordinasi antara kementerian, pengusaha, dan pemda setempat. Dia menambahkan, semua stakeholder harus bisa bekerja dengan tepat.
“Tidak boleh ada pungli, oknum. Transparansi juga harus terjamin. Kalau subsidinya naik, kami juga harus lihat ekosistemnya siap atau enggak,” tuturnya.