Surabaya – Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) meminta pemerintah memberikan perlakuan setara bagi angkutan penyeberangan dibanding moda transportasi lainnya, termasuk dalam hal insentif.

Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rachmatika Ardiyanto, menyoroti rendahnya tarif angkutan penyeberangan di Indonesia yang diklaim sebagai salah satu yang termurah di dunia. Ia menyatakan bahwa tarif saat ini masih jauh di bawah biaya operasional yang dihitung berdasarkan Harga Pokok Penjualan (HPP) tahun 2019.

“Jika pemerintah memberikan insentif bagi sektor angkutan udara, maka angkutan penyeberangan juga layak mendapatkan perhatian serupa,” ujarnya dalam keterangan di Surabaya, Selasa (5/3).

Menurutnya, kondisi ini tidak bisa dibiarkan mengingat angkutan penyeberangan memiliki peran ganda sebagai sarana transportasi sekaligus infrastruktur penghubung di wilayah kepulauan.

Kekurangan Tarif dan Usulan Insentif

Gapasdap menyoroti bahwa tarif angkutan penyeberangan saat ini masih mengalami kekurangan sebesar 31,8 persen dari perhitungan HPP yang telah disepakati bersama Kementerian Perhubungan, PT ASDP, Jasa Raharja, serta perwakilan konsumen.

Oleh karena itu, asosiasi meminta pemerintah memberikan insentif berupa keringanan biaya kepelabuhanan, pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), bunga perbankan, serta subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berbeda dari moda transportasi lainnya.

Penundaan Kenaikan Tarif

Lebih lanjut, Gapasdap juga menyoroti penundaan kenaikan tarif angkutan penyeberangan yang seharusnya diberlakukan pada 1 November 2024 sebesar lima persen sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 131 Tahun 2024.

“Kami memandang bahwa penundaan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2019 yang menyebutkan bahwa penetapan tarif merupakan kewenangan Menteri Perhubungan. Jika ada penundaan atau pembatalan, seharusnya dilakukan melalui tahapan yang sesuai dengan regulasi,” katanya.

Ia menambahkan bahwa dampak penyesuaian tarif bagi konsumen sebenarnya sangat kecil. Sebagai contoh, untuk lintasan Ketapang-Gilimanuk, kenaikan tarif penumpang hanya Rp500, sedangkan untuk kendaraan barang naik Rp23.000. Jika dihitung berdasarkan tonase barang, seperti beras sebanyak 30 ton, maka pengaruh kenaikan tarif terhadap harga beras hanya sekitar Rp0,76 per kilogram atau 0,007 persen dari harga jual Rp10.000 per kilogram.

“Dengan kondisi transportasi penyeberangan yang baik, kita juga menyelamatkan akses transportasi masyarakat kelas bawah yang berfungsi sebagai infrastruktur utama di negara maritim seperti Indonesia,” ujarnya.

Harapan Gapasdap kepada Pemerintah

Gapasdap mendesak pemerintah agar segera merealisasikan insentif yang telah diajukan serta memberlakukan penyesuaian tarif yang sempat ditunda setelah masa angkutan Lebaran berakhir. Mereka berharap kebijakan ini dapat menjaga keberlanjutan operasional angkutan penyeberangan demi mendukung konektivitas nasional.

Dengan adanya insentif dan penyesuaian tarif yang lebih adil, Gapasdap yakin bahwa angkutan penyeberangan akan tetap berfungsi optimal dalam mendukung mobilitas masyarakat dan distribusi logistik di Indonesia.